Pembaruan Perka BNPB No. 14/2014 Dorong Pemenuhan Hak Penyandang Disabilitas Dalam Penanggulangan Bencana


Menurut Dante, pelibatan penyandang disabilitas secara bermakna berarti menyediakan ruang kesempatan yang sama untuk berpartisipasi dan berkontribusi dalam seluruh proses perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan evaluasi program penanggulangan bencana. Pelibatan bermakna penyandang disabilitas dalam semua tahapan akan memastikan identifikasi kebutuhan yang lebih akurat. Sebab penyandang disabilitas fisik yang sama sekalipun belum tentu kebutuhannya sama.

2

Ketersediaan data pilah yang lengkap serta pelibatan bermakna penyandang disabilitas menjadi kunci bagi pemenuhan hak penyandang diabilitas dalam penanggulangan bencana. Tanpa dua hal itu, implementasi regulasi terkait penyandang disabilitas dalam penanggulangan bencana tidak akan dapat dijalankan dengan baik sehingga dampaknya pun akan minim.

Hal tersebut mengemuka dalam diskusi kelompok terarah (focus group discussion/FGD) yang diselenggarakan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dan Program SIAP SIAGA, di Jakarta (25/3). FGD hibrid tersebut bertema ‘Pengkajian Perka BNPB No. 14 Tahun 2014 tentang Penanganan, Perlindungan, dan Partisipasi Penyandang Disabilitas dalam Penanggulangan Bencana’. Hadir dalam diskusi sekitar 70 orang peserta antara lain perwakilan BNPB, Kedutaan Besar Australia, Himpunan Wanita Disabilitas Indonesia (HWDI), Unit Layanan Disabilitas (ULD) PB Jawa Tengah, Arbeiter Samariter Bund (ASB) Indonesia dan Filipina, dan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Jawa Timur, Mercy Coprs Indonesia, SIAP SIAGA, Pujiono Center, Pertuni Bali, Pertuni Jawa Timur serta OpDis lainnya.  

Persoalan ketersediaan data sebagai basis Peraturan Kepala (Perka) BNPB No.14 tahun 2014 disoroti oleh hampir semua narasumber maupun peserta. Ketiga narasumber sama-sama menggarisbawahi pentingnya data pilah penyandang disabilitas dan perempuan sebagai landasan pelaksanaan perka. Ketiga narasumber tersebut yaitu Ketua Komisi Disabilitas Indonesia Dante Rigmalia, Komisioner Komnas Perempuan Bahrul Fuad, dan Ketua Unit Layanan Disabilitas BPBD Provinsi Jawa Tengah Edy Supriyanto.

“Disabilitas bukan hanya bicara tentang alat bantu yang digunakan, namun mengenai data. Data terpilah merupakan basis data untuk penanggulangan bencana,” ujar Bahrul Fuad. 

Perka tersebut, lanjut Bahrul, terkait data sehingga sangat penting untuk memastikan ketersediaan dan kualitasnya. Dia mencontohkan, setiap kelurahan di DKI Jakarta memiliki data pilah disabilitas sehingga saat terjadi bencana sistem kesiapsiagaannya sudah siap sedia menangani. “Setiap daerah harus punya data untuk identifikasi kebutuhan disabilitas agar dapat menyiapkan SDM untuk treatment. BPBD kemudian harus menyiapkan fasilitas-fasilitas yang dibutuhkan tersebut agar bisa digunakan saat tanggap darurat,” tegasnya. 

Dante Rigmalia menambahkan, pengambilan kebijakan terkait penyandang disabilitas harus menggunakan data yang berasal dari identifikasi dan pemetaan. Data disabilitas intelektual, misalnya, pemetaannya mesti didasarkan pada detail disabilitas yang dialami. Sedangkan data disabilitas fisik harus mencakup persoalan akses. “Data yang terpilah seyogyanya memang ada sejak awal sebagai basis data, sehingga diharapkan pula ada pelibatan penyandang disabilitas sejak prabencana untuk memberikan edukasi kebencanaan, misalnya tentang bagaimana kesiapsiagaan keluarga dan warga,” ujarnya. 

Adanya data disabilitas yang terpilah akan membuat kebutuhan penyandang disabilitas teridentifikasi sehingga bisa disediakan secara akurat. Misalnya informasi yang dapat diakses bagi yang membutuhkannya dalam format audio, bahasa isyarat, atau huruf braille. Demikian juga dengan penyediaan kendaraan evakuasi yang dapat diakses oleh pengguna kursi roda dan orang dengan mobilitas terbatas. 

Kasubdit Pemulihan dan Peningkatan Produktivitas Sumber Daya Alam dan Lingkungan BNPB Asep Supriatna mengatakan, penerapan data terpilah dalam setiap tahap penanggulanga bencana perlu terus didorong. Hingga saat ini, proses penyusunan rencana kontingensi belum memasukkan data terpilah. Hal ini menjadi catatan penting untuk BNPB dan BPBD. “Sebagai pegawai BNPB, (saya) belum ada pelatihan pengembangan kapasitas dan sensitivitas terhadap penyandang disabilitas. Hal ini penting, karena aturan apapun bisa efektif jika dipahami oleh para pelakunya,” katanya. 

Sekretaris Utama BNPB Rustian mengatakan, FGD ini merupakan yang kedua, setelah yang pertama diadakan pada 6 Februari 2024 lalu. Salah satu catatan penting dari FGD pertama adalah perlunya harmonisasi Perka BNPB 14/2014 dengan UU No. 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas. Oleh karena itu, rangkaian FGD ini menjadi penting karena Perka yang dibahas merupakan landasan penegakkan prinsip dasar keterlibatan penyandang disabilitas dalam penanggulangan bencana sehingga perlu diperbarui agar tetap relevan. “Bagaimanapun usia Perka ini sudah 10 tahun, memang harus di-update lagi,” katanya. 

Pelibatan Bermakna

3

Selain tentang data terpilah, pelibatan penyandang disabilitas menjadi perhatian para pihak yang hadir. First Secretary DFAT Australia Catherine Meehan mengungkapkan, hingga kini masih sering terjadi diskriminasi terhadap penyandang disabilitas dalam penanggulangan bencana, termasuk saat rehabilitasi dan rekonstruksi. Rangkaian FGD ini diadakan agar parapihak terkait dapat merumuskan secara komprehensif pemenuhan hak penyandang disabilitas dalam penanggulangan bencana di lingkup BNPB, BPBD, dan dalam penyusunan rencana strategis (renstra) penanggulangan bencana di Indonesia, sembari mendorong pelibatan penyandang disabilitas secara inklusif.

Menurut Dante, pelibatan penyandang disabilitas secara bermakna berarti menyediakan ruang kesempatan yang sama untuk berpartisipasi dan berkontribusi dalam seluruh proses perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan evaluasi program penanggulangan bencana. Pelibatan bermakna penyandang disabilitas dalam semua tahapan akan memastikan identifikasi kebutuhan yang lebih akurat. Sebab penyandang disabilitas fisik yang sama sekalipun belum tentu kebutuhannya sama.

Terkait dengan pelibatan, Edy Supriyanto mengatakan bahwa Unit Layanan Disabilitas (ULD) yang telah diatur dalam Perka BNPB 14/2014 ternyata belum menyebut tentang pelibatan penyandang disabilitas. “Memang perlu peningkatan kapasitas kepada seluruh pelaku kebencanaan agar bisa membuka kesempatan penyandang disabilitas untuk terlibat secara bermakna,” ujarnya.

Beberapa hal dalam Perka 14/2014 yang juga perlu direvisi menurut para narasumber adalah soal belum dibedakannya jenis bencana, serta pembedaan disabilitas antara yang disandang sebelum bencana dengan yang diakibatkan oleh bencana. Pembedaan tersebut perlu karena kebutuhannya pun berbeda.

Selain itu, perlu ada kesepakatan baru terkait istilah. Bahrul menilai, beberapa istilah yang digunakan dalam Perka 14/2014 sudah tidak sesuai baik secara substansi maupun makna. “Misalnya, istilah tuna dan cacat perlu dihilangkan. Dapat disebutkan sebagai orang dengan keterbatasan. Kemudian kata wajar, kalau bisa diganti dengan setara. Lalu disabilitas ganda, perlu diganti dengan kerentanan ganda,” katanya. tuna (deficient) and cacat (disabled) need to be removed. It is better to use the term people with limitations. Then, the word wajar (reasonable) should be replaced with setara (equal). Also, the term dual disabilities needs to be replaced with dual vulnerabilities,” he said.

Tindak Lanjut

Semua pihak sepakat bahwa revisi dan harmonisasi perka tersebut perlu segera dilakukan. Selain masalah substansi, disahkannya beberapa aturan lain membuat penyelarasan perlu dilakukan, misalnya UU Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas dan Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2020 tentang Aksesibilitas Terhadap Permukiman, Pelayanan Publik, dan Pelindungan dari Bencana Bagi Penyandang Disabilitas.

Muncul juga usulan agar Perka ini dapat diintegrasikan dengan Perka BNPB No. 13/2014 tentang Pengarusutamaan Gender di Bidang Penanggulangan Bencana agar perspektif kesetaraan gender, disabilitas, dan inklusi sosial (GEDSI) menjadi utuh. Peran dan fungsi penyandang disabilitas juga perlu dipilah dalam revisi Perka 14/2014.

Kepala Bidang Program dan Anggaran II Biro Perencanaan BNPB Gita Yulianti yang bertindak sebagai moderator acara mengatakan, setelah FGD II ini tim dari BNPB bersama dengan Program SIAP SIAGA akan melakukan bedah teknis Perka BNPB 14/2014 berdasarkan masukan yang didapat dari kedua seri FGD. Harapannya, tim tersebut dapat segera merumuskan rekomendasi berdasarkan identifikasi poin-poin masukan sesuai pembahasan yang telah dilakukan.

logo siapsiaga white

Kami akan senang mendengar dari Anda.
Jangan ragu untuk menghubungi menggunakan detail di bawah ini.

Alamat:
SIAP SIAGA
Treasury Tower 59th Floor, District 8 SCBD Lot 28, Jl. Jend. Sudirman Kav 52 – 53
Jakarta Selatan, 12190, Indonesia
Telepon: +6221 7206616
Email: siap.siaga@thepalladiumgroup.com