Perangkat kajian ketangguhan bencana di pulau kecil itu dikembangkan FPRB NTB dan perwakilan BPBD NTB sebagai koordinator, bersama Konsorsium untuk Studi dan Pengembangan Partisipasi (KONSEPSI) yang didukung Program SIAP SIAGA. Perangkat kajian ini mengadaptasi tiga model sekaligus yaitu indikator Desa Tangguh Bencana (Destana), ketangguhan pulau dan wilayah pesisir, dan sustainable livelihood.

Serangkaian peristiwa bencana di Gili Trawangan di Kabupaten Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat (NTB), membuat para pegiat bencana di wilayah itu menggagas perlunya suatu terobosan dalam upaya mendorong ketangguhan warga. Kajian ketangguhan menjadi titik mula dalam mewujudkan gagasan itu.
Selain pernah mengalami gempa besar pada 2018, lalu terdampak pandemi Covid 19, kawasan tiga pulau Gili Trawangan, Gili Meno dan Gili Air atau Gili Tramena, juga rentan dengan sejumlah risiko bencana lainnya mulai dari angin kencang hingga kebakaran. Bencana kebakaran yang cukup besar terjadi pada 2022 silam. Salah satu resort di Gili Trawangan terbakar hingga menghanguskan puluhan kamar. Berita tentang kejadian kebakaran itu muncul di berbagai situs berita online.
Peristiwa itu bukan yang pertama terjadi. Di setiap kejadian kebakaran, upaya pemadaman tidak mudah dilakukan karena terkendala keterbasan alat di tengah padatnya bangunan di pulau tersebut. Gili Trawangan bersama Gili Meno dan Gili Air merupakan pulau-pulau kecil yang dipadati fasilitas wisata seperti hotel dan restoran. Bangunan-bangunan wisata di wilayah Desa Gili Indah, Kecamatan Pemenang, tersebut kerapkali menggunakan bahan yang mudah terbakar sehingga menambah risiko.
Ketua Forum Pengurangan Risiko Bencana (FPRB) Nusa Tenggara Barat Rahmat Sabani mengatakan, refleksi dari kasus kebakaran berulang di Gili Tramena, ditambah ketidaksiapan evakuasi warga saat gempa 2018, membuat FPRB NTB menilai perlunya strategi mitigasi yang berbeda di Gili Tramena. Diskusi tersebut memunculkan gagasan tentang perlunya pengembangan model mitigasi yang bisa memberikan pelayanan ke pulau kecil ketika mengalami situasi bahaya. Selama ini, sistem penanggulangan bencana di pulau kecil ternyata belum ada sehingga mengikuti sistem yang berlaku di pulau besar. Padahal, situasi di pulau kecil sangatlah berbeda. “Contoh kebakaran, mau pakai apa memadamkan kebakaran di pulau kecil? Sistem penanganan dininya juga seperti apa?” ujarnya saat ditemui awal Agustus lalu.
Untuk merealisaikan gagasan tersebut, lanjut Rahmat, FPRB NTB dengan dukungan dari Program SIAP SIAGA melakukan kajian. Tujuannya memahami persoalan yang ada di pulau kecil agar bisa merumuskan solusinya dalam konteks meningkatkan ketangguhan di pulau kecil. “Kita capture dulu apa persoalannya. Ada tim kecil yang melakukan small study atau kajian kecil ini,” jelasnya.
Melihat pengalaman di Gili Tramena setiap kali terjadi bencana, kajian itu pun dilakukan di wilayah tersbeut. Rahmat menjelaskan, pemilihan Gili Tramena sebagai lokasi kajian tak lepas dari kompleksitas masalah yang ada di tiga pulau tersebut. Bagaimanapun, status Gili Tramena memang terbilang istimewa. Merujuk pada Peraturan Presiden No. 84 Tahun 2021 Tentang Rencana Induk Destinasi Pariwisata Nasional Lombok - Gili Tramena Tahun 2020 – 2044, Gili Tramena termasuk Kawasan Strategis Pariwisata Nasional dan Kawasan Strategis Pariwisata Daerah, yang berarti ada di bawah pendampingan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif serta Pemerintah Provinsi NTB. Gili Tramena juga menjadi kawasan konservasi dan sekaligus perikanan yang berarti di bawah Kementerian Kelautan dan Perikanan. Selain tiga institusi tersebut, ada dua level pemerintah lain yang berkepentingan sekaligus ikut mengelola, yaitu Pemerintah Kabupaten Lombok Utara dan Pemerintah Desa Gili Indah.
Selain adanya kewenangan pemerintah pusat hingga daerah, berbagai lembaga pemerintah maupun nonpemerintah juga masuk ke Gili Tramena untuk merealisasikan program-program pembangunan. Namun, setiap lembaga umumnya memiliki perangkat sendiri dalam mengukur dan memantau capaian masing-masing. Dengan tidak adanya alat ukur yang punya standar sama, dampak dari program-program itu, khususnya dalam mendorong ketangguhan masyarakat pesisir dengan karakter wisata seperti di Gili Tramena, jadi sulit diukur. Tanpa koordinasi yang baik, program-program tersebut juga bisa tumpang tindih sehingga malah menyulitkan upaya mitigasi bencana.
Rahmat menambahkan, ketika persoalan Gili Tramena bisa dipetakan sesuai fakta lapangan, solusi yang dikembangkan pun akan lebih berbasis bukti. Hal itu akan bisa menjadi contoh bagi pulau-pulau kecil lainnya, mengingat selain Gili Tramena masih ada ratusan pulau kecil di NTB, dengan sekitar 60 di antaranya berpenghuni. Pulau-pulau kecil tersebut memiliki potensi wisata yang mirip dengan Gili Tramena. Kecenderungan risiko bencananya pun mirip. “Kalau Gili Tramena ini sudah beres, ada modelnya, nanti akan mudah untuk menerapkannya di pulau-pulau kecil yang lain,” ujarnya
Pengukuran terintegrasi
Perangkat kajian ketangguhan bencana di pulau kecil itu dikembangkan FPRB NTB dan perwakilan BPBD NTB sebagai koordinator, bersama Konsorsium untuk Studi dan Pengembangan Partisipasi (KONSEPSI) yang didukung Program SIAP SIAGA. Perangkat kajian ini mengadaptasi tiga model sekaligus yaitu indikator Desa Tangguh Bencana (Destana), ketangguhan pulau dan wilayah pesisir, dan sustainable livelihood. Adaptasi terhadap tiga model tersebut diharapkan mampu mengintegrasikan pengukuran yang selama ini dilakukan terpisah-pisah. Dengan begitu, kebutuhan untuk mendapatkan gambaran yang utuh terkait kondisi ketangguhan di pulau kecil bisa tercapai. Dalam konteks ketangguhan pulau kecil, perangkat kajian yang menggabungkan tiga model sekaligus ini menjadi yang pertama ada di Indonesia.

Setelah perangkat tersebut siap, tim melakukan kajian di Gili Tramena. Pengumpulan data dan proses triangulasi kajian dilakukan pada Oktober – Desember 2022. Cara pengumpulan data menggunakan desk review, diskusi kelompok terarah (focus group discussion/FGD), observasi, wawancara semi-terstruktur, dan dokumentasi. Ada enam komponen yang dilihat, yaitu Kualitas dan Akses Layanan Dasar, Dasar Sistem Penanggulangan Bencana, Pengelolaan Risiko Bencana, Kesiapsiagaan Darurat, Kesiapsiagaan Pemulihan, dan Penghidupan Berkelanjutan. Pengumpulan data dan proses triangulasi kajian dilakukan menggunakan desk review, diskusi kelompok terarah, observasi, wawancara semi-terstruktur, dan dokumentasi. Hasilnya kemudian dianalisis dan dikonsultasikan ke publik.
Kajian itu menunjukkan kecenderungan kurangnya kuantitas maupun kualitas layanan dasar di Gili Tramena. Padahal, wilayah ini memiliki peluang ekonomi yang sangat besar. Dari sisi penanggulangan bencana, walaupun Desa Gili Indah sudah menjadi Destana, hingga kajian dilakukan desa tersebut belum memiliki regulasi desa yang terkait penanggulangan bencana. Adapun salah satu kesimpulan penting dari kajian tersebut adalah persoalan di pulau kecil tidak dilepaskan dari kawasan di sekitarnya, khususnya pulau besar yang menjadi wilayah penyangga.
Menurut Rahmat, kajian kecil ini merupakan kajian awal. Idealnya, ke depan ada kajian lanjutan yang lebih dalam. Meskipun demikian, kajian kecil itu telah menunjukkan sejumlah persoalan yang ada di Gili Tramena dalam kaitannya dengan ketangguhan terhadap bencana. Hasil kajian tersebut sudah bisa menjadi dasar untuk merumuskan solusi guna mengatasi berbagai permasalahan yang menjadi tantangan dalam mendorong ketangguhan.
Ketangguhan Kawasan
Hasil penyusunan perangkat kajian tersebut kemudian ditindaklanjuti dengan bimbingan teknis penilaian ketangguhan desa dengan sasaran Desa Gili Indah yang membawahi wilayah Gili Tramena. Selain itu, serangkaian diskusi yang mempertemukan pemerintah Desa Gili Indah dengan kawasan penyangga, khususnya sejumlah desa di Kecamatan Pemenang juga digelar guna mendorong kerja sama untuk meningkatkan ketangguhan kawasan. Desa Gili Indah dan sejumlah desa penyangga yang berada di Pulau Lombok didorong untuk menjadi satu kawasan yang tangguh.
Gagasan itu didukung oleh desa-desa penyangga Gili Indah, yakni Desa Pemenang Barat, Pemenang Timur, Malaka dan Menggala.
Dalam upaya mendorong kerja sama lima desa tersebut, peran pemerintah di level kecamatan sangatlah penting. Tidak saja sebagai pengawas namun juga moderator. Sekretaris Kecamatan Pemenang Baiq Rahmawati mengatakan, dari sesi-sesi diskusi yang telah digelar bersama lima desa, muncul kesepakatan untuk membuat Peraturan Bersama Kepala Desa (Permakades) dari lima desa dalam penanggulangan bencana. Dengan begitu, kelima desa yang bersepakat bisa berbagi sumber daya dalam menanggulangi bencana kawasan.
Wardana selaku Kepala Desa Gili Indah menuturkan, kerja sama antardesa guna mendorong ketanguhan kawasan akan sangat bermanfaat khususnya bagi Desa Gili Indah yang wilayahnya terdiri dari pulau-pulau kecil, dengan kapasitas penanggulangan bencana yang sangat terbatas. Melalui kerja sama kawasan, dampak maupun risiko bencana yang ada di Gili Indah, baik dari sisi korban jiwa maupun kerugian ekonomi, bisa ditekan. Upaya penanggulangan bencana juga bisa lebih efektif dan efisien karena saling bisa berbagai sumber daya.
Menurut Rahmat, selain ke Desa Gili Indah dan desa-desa penyangga, hasil kajian tersebut juga dikomunikasikan ke pemerintah di level kabupaten maupun provinsi. Dengan begitu, pihak-pihak yang berkepentingan dan berwenang di NTB akan lebih memahami persoalan yang ada dan solusi yang dibutuhkan. Harapannya, kelak FPRB NTB bisa mendorong adanya kebijakan khusus untuk ketangguhan pulau-pulau kecil sehingga bisa menjamin keselamatan warga maupun pengunjung saat terjadi bencana. “Yang berat adalah mempertemukan semua pihak, daerah hingga pusat. Perlu titik temu khususnya dari aspek kewenangan, agar ke depan pembagian wewenangnya bisa lebih jelas, terukur dan strategis ,” tandasnya.

Program SIAP SIAGA adalah Kemitraan Australia-Indonesia yang bertujuan untuk menguatkan ketangguhan bencana di Indonesia dan Kawasan Indo-Pasifik
HUBUNGI KAMI
Kami akan senang mendengar dari Anda.
Jangan ragu untuk menghubungi menggunakan detail di bawah ini.
Alamat:
SIAP SIAGA
Treasury Tower 59th Floor, District 8 SCBD Lot 28, Jl. Jend. Sudirman Kav 52 – 53
Jakarta Selatan, 12190, Indonesia
Telepon: +6221 7206616
Email: siap.siaga@thepalladiumgroup.com