CRT yang mulai dirancang pada 2022 merupakan seperangkat prosedur yang dikemas dalam sistem berbasis perangkat lunak QGIS yang nantinya akan bisa dengan mudah diakses melalui aplikasi. CRT telah dikembangkan untuk mendorong tumbuhnya ketangguhan yang berkelanjutan (sustainable resillience) hingga ke level desa. Pengembangan CRT ini dilakukan dengan mempelajari sejumlah pendekatan dan metodologi yang pernah dikembangkan di Indonesia, dengan menambahkan berbagai fitur yang berkaitan dengan resiliensi berkelanjutan hingga ke level komunitas.
Melihat tingginya risiko bencana di kawasan pesisir Indonesia, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dengan dukungan dari Program SIAP SIAGA mengembangkan perangkat resiliensi pesisir atau Coastal Resillience Tools (CRT) guna mendorong ketangguhan masyarakat yang tinggal di kawasan pesisir. Berangkat dari pengalaman Indonesia, perangkat ini juga dirancang untuk bisa diterapkan di negara-negara kepulauan di Kawasan Pasifik.
Lead Consultant untuk penyusunan Coastal Resilience Toolkit dari Program SIAP SIAGA, Wied Winaktoe menjelaskan, wilayah pesisir Indonesia rentan terhadap sejumlah bencana. Mulai dari bencana yang bisa terjadi secara tiba-tiba seperti tsunami dan gelombang badai, maupun yang terjadi secara perlahan seperti kenaikan permukaan air laut akibat perubahan iklim. Di sisi lain, banyak aset produktif yang berada di kawasan pesisir sehingga kejadian bencana memiliki risiko yang besar terhadap perekonomian. Dengan tingginya risiko bencana yang ada, masyarakat pesisir perlu meningkatkan resiliensinya agar bisa hidup berdampingan dengan ancaman bencana yang ada.
Upaya meningkatkan ketangguhan masyarakat pesisir kadang terkendala sejumlah faktor. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) yang dikutip dari laman Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo), pada tahun 2021 rasio penduduk miskin ekstrem di desa-desa pesisir mencapai 12,5%, yang berarti bahwa 1,3 juta dari total 10,68 juta penduduk miskin ekstrem di Indonesia tinggal di wilayah pesisir. Rasio kemiskinan di desa-desa pesisir juga lebih tinggi secara signifikan dari rata-rata nasional, yakni 4,19%. “Saya melihat beberapa desa pesisir yang saya kunjungi memiliki potensi untuk penerapan penguatan infrastruktur mitigasi bencana, ekonomi, pendidikan dan sebagainya,” kata Wied.
Menurut dia, kondisi tersebut membuat sebagian besar masyarakat pesisir butuh dukungan untuk melakukan aktivitas pengurangan risiko bencana (PRB). Oleh karena itu, perlu ada upaya guna mendukung resiliensi masyarakat di wilayah pesisir dalam menghadapi ancaman dan tantangan yang ada. Dalam konteks inilah kemudian BNPB menggagas pengembangan CRT. “Perangkat ini dikembangkan untuk menjawab kebutuhan akan pemahaman mendalam terkait karateristik alam dan demografi di wilayah pesisir, sehingga dari situ data-datanya bisa dianalisis untuk kebutuhan perencanaan pembangunan dan pengambilan keputusan,” jelasnya.
CRT yang mulai dirancang pada 2022 merupakan seperangkat prosedur yang dikemas dalam sistem berbasis perangkat lunak QGIS yang nantinya akan bisa dengan mudah diakses melalui aplikasi. CRT telah dikembangkan untuk mendorong tumbuhnya ketangguhan yang berkelanjutan (sustainable resillience) hingga ke level desa. Pengembangan CRT ini dilakukan dengan mempelajari sejumlah pendekatan dan metodologi yang pernah dikembangkan di Indonesia, dengan menambahkan berbagai fitur yang berkaitan dengan resiliensi berkelanjutan hingga ke level komunitas.
Empat tahap
CRT telah dikembangkan dengan pendekatan empat tahap dalam mendorong resiliensi berkelanjutan, yakni (1) risk assesment (kajian risiko), (2) solution identification (identifikasi solusi), (3) resillience governance and its impact to DRR investment (tata kelola yang berkelanjutan untuk mendorong investasi bagi pengurangan risiko bencana) dan (4) effective measurement (pengukuran yang efektif). “Diharapkan toolkit ini bisa dipakai di level desa, bisa memetakan risiko yang dihadapi, menawarkan jenis-jenis solusi yang bisa diterapkan, dan dari situ bisa menyusun pendanaan dan rencana aksi, serta mendukung evaluasi secara terus menerus untuk mencapai tingkat resiliensi yang diharapkan,” terang Wied.
Ia menambahkan, dari empat tahapan tersebut, umumnya saat ini baru tahap pertama dan kedua yang sudah diterapkan di lapangan. Kalaupun sampai ke tahap tiga dan empat, hal itu dilakukan secara parsial sehingga kurang berkesinambungan. “Selama ini, belum ada platform yang menggabungkan empat tahap itu dalam satu paket,” ujarnya.
Guna menyiapkan empat tahap itu dalam satu aplikasi, pengembangan CRT membutuhkan waktu akibat kebutuhan analisis lintas sektor di setiap fase. CRT telah didesain agar ketangguhan tersebut akan dapat dilihat berdasarkan lima kelompok indikator, yakni indikator mitigasi fisik, pengembangan ekonomi, pelayanan kesehatan, pengelolaan sumber daya alam, dan perlindungan aset produktif. Maka dari itu, pengembangan CRT perlu melibatkan tidak hanya tim ahli di bidang teknologi informasi namun juga masukan dari ahli ekonomi, kesehatan, kebijakan dan sebagainya, baik dari lembaga pemerintah seperti Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kementerian Pekerjaan Umum; lembaga non pemerintah; maupun perguruan tinggi.
Wied menjelaskan, selain untuk memenuhi kebutuhan mendorong ketangguhan di Indonesia, konsep CRT dinilai juga bisa diterapkan oleh negara lain yang memiliki kerentanan serupa. Untuk itu, pengembangan CRT ini juga diharapkan akan dapat diterapkan di negara-negara di kawasan Pasifik. Diharapkan tawaran ini bisa meningkatkan kerja sama dengan negara-negara Pasifik dalam pengembangan CRT kedepannya, baik untuk melakukan riset bersama maupun pengembangan perangkatnya.
Program SIAP SIAGA adalah Kemitraan Australia-Indonesia yang bertujuan untuk menguatkan ketangguhan bencana di Indonesia dan Kawasan Indo-Pasifik
HUBUNGI KAMI
Kami akan senang mendengar dari Anda.
Jangan ragu untuk menghubungi menggunakan detail di bawah ini.
Alamat:
SIAP SIAGA
Treasury Tower 59th Floor, District 8 SCBD Lot 28, Jl. Jend. Sudirman Kav 52 – 53
Jakarta Selatan, 12190, Indonesia
Telepon: +6221 7206616
Email: siap.siaga@thepalladiumgroup.com