Siap Siaga

Pengarusutamaan Perspektif Kesetaraan Gender dan Inklusi Disabilitas Melalui Kampus Siaga Bencana

Dengan kompetensi keilmuan yang dimiliki, perguruan tinggi bisa memberi kontribusi penting bagi upaya pengarusutamaan perspektif gender, disabilitas dan inklusi sosial (GEDSI) dalam penanggulangan bencana. Di Provinsi Bali, kontribusi perguruan tinggi itu diwujudkan melalui konsep Kampus Siaga Bencana.

Komang Ayu Henny Achyar, Kepala Pusat Pengembangan Pendidikan Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan (Poltekkes Kemenkes) Denpasar menuturkan, perguruan tinggi bisa menghasilkan pemikiran-pemikiran yang relevan bagi kebutuhan penanggulangan bencana, termasuk dengan mengintegrasikan perspektif GEDSI di dalamnya.

Ia mencontohkan salah satu studi kasus ketika terjadi bencana di suatu daerah yang membuat sebagian warga terpaksa mengungsi. Seorang laki-laki dewasa dilaporkan telah melakukan pelecehan terhadap seorang perempuan muda di kamar mandi komunal pada hari pertama di pengungsian.

“Berdasarkan pengalaman tersebut dan beberapa rapat tentang kebencanaan di Bali, kami mengusulkan agar ketika bencana terjadi, sebaiknya kamar mandi yang disiapkan di tempat pengungsian dipisahkan dan tertutup. Perspektif semacam ini kadang memang jarang terpikir ketika bencana datang karena mungkin situasi yang serba panik, tapi sangat penting agar tidak mendatangkan masalah baru yang tak kalah besar,” katanya.

Kontribusi pemikiran semacam inilah antara lain yang mendasari adanya inisiatif Kampus Siaga Bencana di Bali. Gagasan itu muncul dari diskusi yang dilakukan Forum Pengurangan Risiko Bencana (FPRB) Bali dan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Bali dengan dukungan dari Program SIAP SIAGA sebagai upaya untuk memperluas isu kesiapsiagaan. Rangkaian diskusi, baik informal dan formal, dilakukan sejak pertengahan tahun 2022 yang melibatkan FPRB Bali, BPBD Bali dan Organisasi Pemerintah Daerah (OPD) lain yang terkait, serta perwakilan perguruan tinggi.

Dari proses itu, akhirnya pada 13 Oktober 2022 ditandatanganilah nota kesepakatan (MoU) antara Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi Wilayah VIII dengan Pemerintah Provinsi Bali tentang Penanganan Bencana di Sektor Pendidikan Tinggi. Sebanyak 11 perguruan tinggi di Bali mengawali deklarasi komitmen untuk menjadi Kampus Siaga Bencana.

Dalam pedoman yang disusun BPBD Bali dan FPRB Bali dengan dukungan dari Program SIAP SIAGA, Kampus Siaga Bencana didefinisikan sebagai program yang dikembangkan oleh berbagai lembaga baik internal kampus maupun dukungan dari luar kampus yang bertujuan untuk meningkatkan kesiapsiagaan kampus dalam seluruh fase penanggulangan bencana. Program ini berguna untuk memastikan bahwa kampus memiliki rencana penanggulangan bencana yang efektif dan dapat diimplementasikan dengan baik terutama oleh mahasiswa, tenaga pendidik dan seluruh masyarakat kampus.

Mata Kuliah Kebencanaan

Poltekkes Kemenkes Denpasar merupakan salah satu perguruan tinggi pertama yang menjadi Kampus Siaga Bencana. Deklarasi sebagai Kampus Siaga Bencana dilakukan pada 20 Oktober 2023 dalam sebuah acara yang dihadiri oleh Direktur Jenderal Tenaga Kesehatan Kemenkes Arianti Anaya dan para pemangku kepentingan penanggulangan bencana di Bali.

Menurut Ayu, hal ini merupakan puncak dari rangkaian pembekalan dan diskusi serial sejak Juli 2023 sebelum institusinya sampai ke titik ini. Ke depan, penyusunan buku pedoman kebencanaanhingga riset-riset yang terkait akan terus dilakukan sebagai bentuk dari komitmen sebagai Kampus Siaga Bencana. “Poltekkes Kemenkes Denpasar ini Poltekkes pertama di Indonesia yang menjadi Kampus Siaga Bencana. Ini bagian dari kontribusi kami dalam transformasi kesehatan di Indonesia,” katanya.

Poltekkes Kemenkes Denpasar memiliki enam program studi untuk dilibatkan dalam aktivitas penanggulangan bencana sesuai dengan klaster dan subklaster kebencanaan, khususnya di tahap tanggap darurat bencana. Program Studi Kebidanan disiapkan untuk membantu mengatasi risiko kesehatan ibu dan bayi, Program Studi Gizi disiapkan untuk membantu kesiapan di dapur umum agar kebutuhan khusus warga rentan diperhatikan, serta Program Studi Kesehatan Lingkungan bisa membantu fokus kebersihan dan kelayakan toilet agar bisa digunakan secara aman, nyaman dan inklusif. Seluruh inisiatif tersebut sejalan dengan perspektif GEDSI dalam penanganan bencana.

Ayu mengakui, interaksi dengan para pegiat kebencanaan di Bali mendatangkan pengetahuan dan perspektif baru terkait kebencanaan yang coba diintegrasikan dengan mata kuliah kebencanaan. “Mulai semester ini, wajib ada mata kuliah kebencanaan dua Satuan Kredit Semester (SKS) di semua program studi, yang termasuk kurikulum tanggap darurat. Harapannya setelah mendapatkan pengetahuan dan perspektif baru tentang kebencanaan, mahasiswa dan mahasiswi menjadi lebih aware dengan potensi bencana di sekitarnya dan bagaimana bisa terlibat dalam kesiapan menghadapinya,” jelasnya.

Tambahan materi khusus diberikan kepada mahasiswa di Program Studi Keperawatan yang dianggap bakal menjadi garda terdepan pelayanan kesehatan saat bencana tiba. Selain wajib mendapat Sertifikat BHD (Bantuan Hidup Dasar), mereka juga mulai uji praktik di Klinik Komunitas Pantai untuk memberikan pertolongan pertama maupun menangani pasien lain.

Ayu menambahkan, pihaknya lebih fokus pada kelompok rentan, antara lain penyandang disabilitas, perempuan dan lanjut usia (lansia). “Di Bali, jumlah lansia perempuan malah lebih banyak dari laki-laki, yang berarti butuh dirancang penanganannya sejak awal saat terjadi bencana,” ujarnya.

KKN Tematik

Kepala Pelaksana BPBD Provinsi Bali I Made Rentin mengatakan, di Bali konsep penanggulangan bencana sudah melibatkan multipihak dan perguruan tinggi adalah salah satu unsurnya. Melalui Kampus Siaga Bencana, Perguruan Tinggi bisa mengintegrasikan aspek keilmuan dengan program pengabdian masyarakat, salah satu contohnya melalui pelaksanaan Kuliah Kerja Nyata (KKN) Tematik. “Melalui KKN Tematik dan program Kampus Siaga Bencana lainnya, upaya edukasi dan sosialisasi prinsip hingga teknis penanggulangan bencana bisa lebih meluas ke masyarakat dengan pendekatan yang intensif sekaligus ilmiah. Termasuk di dalamnya prinsip no one left behind melalui pengarusutamaan GEDSI,” ujarnya.

Penyelenggaraan KKN Tematik itu dapat membuka ruang pengarusutamaan perspektif GEDSI oleh para mahasiswa secara langsung di masyarakat. Dalam konteks bencana, hal itu bisa disesuaikan dengan bidang ilmu yang ditekuni masing-masing. “Itulah kenapa harapan kami sangat besar pada Kampus Siaga Bencana, karena sejak siklus pengurangan risiko bencana mereka sudah bisa berperan sebagai duta pengarusutamaan GEDSI ini. Saya optimistis, pada 2025 nanti seluruh 83 kampus negeri dan swasta di Bali bisa menjadi Kampus Siaga Bencana dan membuat Bali semakin tangguh bencana,” tegasnya.

Menurut Made, pengarusutamaan GEDSI dalam penanggulangan bencana di Bali sangatlah penting mengingat karakter masyarakat dan wilayahnya yang sangat beragam di tengah potensi bencana yang begitu banyak. Perspektif GEDSI akan bisa membantu dalam memastikan adanya kesetaraan warga dalam mengakses layanan publik dalam setiap tahap bencana, mulai dari pra, saat dan pascabencana.

Ia menambahkan, dengan dukungan dari Program SIAP SIAGA, pengarusutamaan perspektif GEDSI di Bali didorong melalui beragam diskusi, kajian, penyusunan dokumen, hingga implementasi strategi penanggulangan bencana. Salah satunya ujungnya adalah Peraturan Daerah Provinsi Bali No. 12 Tahun 2023 Tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana yang ditetapkan pada 31 Agustus 2023. Pasal 47 Perda tersebut secara spesifik menyebut tentang perlindungan terhadap penyandang disabilitas dan warga rentan lainnya.

Kepala Bidang Pengembangan Sumber Daya Manusia, Forum PRB Provinsi Bali Dewi Reny Anggraeni mengatakan, keberadaan Kampus Siaga Bencana di Bali sangatlah krusial mengingat bencana adalah urusan bersama sehingga semua komponen masyarakat harus terlibat.

“Sejak awal, isu GEDSI selalu kami perhatikan, terutama soal sulitnya data tentang disabilitas, minimnya partisipasi perempuan dan sebagainya. Peran kampus sangat penting untuk mengedukasi masyarakat agar memahami pengarusutamaan GEDSI demi ketangguhan bersama,” katanya.