Siap Siaga

Partisipasi Bermakna Perempuan Penting dalam Penangulangan Bencana

Hari Perempuan Internasional yang diperingati pada 8 Maret setiap tahun mengingatkan bahwa pengarusutamaan gender dalam penanggulangan bencana sangatlah penting. Keterlibatan bermakna perempuan dalam setiap tahapan pengurangan risiko bencana diperlukan untuk memastikan bahwa upaya yang tengah dilakukan memenuhi kebutuhan perempuan dan kelompok rentan lainnya.

Pembahasan mengenai isu ketidaksetaraan gender tidak bisa dipisahkan isu kerentanan. Oleh karena itu, mendorong peran perempuan juga berarti membuka ruang bagi kelompok-kelompok rentan lainnya dalam penanggulangan bencana.

Kepala Bagian Penyusunan Program dan Anggaran II Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Gita Yuliandi Suwandi menuturkan, dalam upaya penanggulangan bencana, perempuan memainkan banyak peran, mulai dari merespons bencana, mengorganisir komunitas, memberikan layanan pengasuhan, hingga memimpin upaya penanggulangan bencana di berbagai level di masyarakat. “Peringatan Hari Perempuan Internasional 2024 merupakan momentum penting untuk merayakan pencapaian perempuan dalam merespons bencana dan menjadi tangguh, sekaligus sebagai pengingat untuk terus memberdayakan perempuan dalam penanggulangan bencana,” katanya.

Selama ini, di level personal sudah tersedia begitu banyak bukti tentang kekuatan dan kepemimpinan perempuan di tengah situasi krisis. Pengalaman semacam itu merupakan landasan penting dalam mendorong kesetaraan gender dan partisipasi bermakna perempuan di setiap tahapan penangulangan bencana mulai dari kesiagsiagaan, tanggap darurat, hingga rehabilitasi dan konstruksi. “Dengan menjamin suara perempuan dalam pengambilan kebijakan terkait manajemen dan pengurangan risiko bencana, kita dapat menciptakan strategi yang inklusif dan tepat sasaran untuk mengatasi tantangan berbasis gender di situasi bencana,” tambahnya.

Menurut dia, ada berbagai hambatan dan tantangan sistemik yang dihadapi perempuan di tengah situasi bencana, mulai dari ketidaksetaraan akses sumber daya, tingginya risiko kekerasan berbasis gender, hingga terbatasnya peluang kepemimpinan dan perwakilan. Untuk itu, Hari Perempuan Internasional 2024 juga menjadi pengingat untuk terus mengatasi berbagai hambatan dan tantangan tersebut guna mendorong ketangguhan perempuan dan masyarakat.

Direktur Lembaga Pengkajian Kemasyarakatan Pembangunan (LPKP) Jawa Timur Sutiah menyoroti aspek implementasi regulasi terkait terkait partisipasi perempuan dalam penanggulangan bencana. Saat ini regulasinya sudah ada, namun implementasinya perlu dikawal.

Melihat kondisi yang ada, upaya mendorong partisipasi bermakna perempuan dalam penanggulangan bencana perlu diimbangi dengan peningkatan kapasitas pelaksana kebijakan agar peka gender. Sutiah berharap pemerintah daerah, dalam hal ini Pemerintah Provinsi Jawa Timur, bisa memperhatikan aspek kapasitas. “Penting memberikan kapasitas pada SDM (sumber daya manusia) selain regulasi, karena implementer (pelaksana) memang harus memiliki perspektif yang benar terhadap isu GEDSI (Gender dan Inklusi Sosial),” ujarnya.

Menurut Perencana Ahli Muda, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Bali Ni Luh Made Vissca Anggraini, akses terhadap informasi dan edukasi adalah kunci untuk mendorong pemberdayaan perempuan dan kelompok rentan sebagai pelaku aktif penanggulangan bencana. Oleh karena itu, perlu ada aksi kolektif untuk membuka ruang akses informasi dan edukasi bagi perempuan. “Tujuan akhirnya adalah keterlibatan langsung semua pihak secara kolektif guna mendorong pengarusutamaan gender,” ucapnya.

Hak Penyandang Disabilitas

Pengarusutamaan gender juga berarti mendorong pengakuan terhadap hak-hak kelompok rentan dalam penanggulangan bencana. Namun dengan pengakuan hak, bukan berarti bahwa kelompok rentan termasuk penyandang disabilitas ditempatkan sebagai kelompok pasif yang menunggu bantuan saat terjadi bencana.

Ketua Unit Layanan Disabilitas, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Nusa Tenggara Timur Desderdea Kanni menjelaskan, perempuan penyandang disabilitas berisiko ganda terhadap kerentanan dalam aspek kebencanaan. Itulah mengapa pelibatan serta pemahaman aktor lintas sektor dalam proses pengambilan keputusan dan pelaksanaan program penanggulangan bencana menjadi penting. Ia melihat selama ini perempuan penyandang disabilitas masih cenderung dijadikan sebagai obyek penerima manfaat semata. “Pelibatan aktor lintas sektor, khususnya perempuan penyandang disabilitas, penting karena bencana dapat berdampak pada siapa saja. Tidak hanya bagi yang sudah menjadi PwD (perempuan dengan disabilitas), mengingat bencana juga bisa membuat seseorang menjadi penyandang disabilitas,” ucapnya.

Senada dengan itu, Ketua Kelompok Usaha Beriuk Maju, Nusa Tenggara Barat Suratun Mahriani mengatakan, kondisi sebagai penyandang disabilitas tidak menghalanginya untuk terus bersuara dan membuka peluang penghidupan layak bagi dirinya maupun penyandang disabilitas lain.

“Perempuan dengan disabilitas memiliki kesempatan yang sama untuk meningkatkan ketangguhan ekonomi masyarakat. Saya memaknai Hari Perempuan Internasional 2024 dengan mengatakan bahwa saya adalah seorang perempuan disabilitas yang mempunyai mimpi dan cita-cita, sama seperti perempuan lainnya,” tandasnya.