Siap Siaga

Panduan Implementasi untuk Akselerasi Pengarusutamaan Kesetaraan Gender dan Inklusi Disabilitas di Jawa Timur

Pengarusutamaan perspektif Gender, Disabilitas dan Inklusi Sosial atau GEDSI dalam manajemen kebencanaan tidaklah semudah membalik telapak tangan karena menyangkut konstruksi budaya yang sudah mengakar begitu lama. Payung hukum dan panduan implementasi merupakan dua hal penting yang dapat mempercepat penguatan pendekatan GEDSI, terutama di lingkungan kebijakan.

One Widyawati, Kepala Bidang Pemberdayaan Perempuan dan Kesetaraan Gender Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, dan Kependudukan (DP3AK) Provinsi Jawa Timur menjelaskan, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jatim sudah berkomitmen untuk mengarusutamakan gender sejak dulu. “Tetapi kami terus belajar, maka sekarang jadi tahu bahwa ada yang mesti didalami secara lebih luas dari sekadar gender, yaitu inklusi sosial, yang sering diistilahkan no left behind (tak satupun tertinggal) itu,” katanya dengan penuh semangat.

Artinya, lanjut One, komitmen Pemprov Jatim saat ini sudah melangkah menuju kesetaraan gender, disabilitas, dan inklusi sosial. Memang dalam kebijakan formal yang ada, fokus utamanya masih lebih ke isu pengarusutamaan gender, yaitu Peraturan Daerah Jawa Timur No 9 tahun 2019 tentang Pengarusutamaan Gender. Namun, saat ini pengarusutamaan perspektif GEDSI mulai lebih didorong dalam isu pembangunan secara umum, termasuk penanggulangan bencana.

Upaya pengarusutamaan GEDSI itu antara lain dilakukan dengan memunculkannya secara eksplisit dalam penganggaran program penanggulangan bencana yang saat ini sudah diemban bersama oleh beberapa Organisasi Perangkat Daerah (OPD). Namun, integrasi itu masih dapat dioptimalkan terutama di sisi penganggaran. Pengarusutamaan GEDSI diharapkan dapat menjadi salah satu jembatan yang menghubungkan perencanaan dan penganggaran penanggulangan bencana di berbagai OPD tersebut. Didukung Program SIAP SIAGA, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Jatim bersama DP3AK kemudian berupaya meningkatkan kesadaran terhadap pentingnya pengarusutamaan GEDSI oleh OPD dalam penanggulangan bencana, seperti Dinas Kesehatan, Dinas Sosial, dan lain-lain.

Panduan Implementasi

Menurut One, pemahaman tentang perspektif GEDSI sangat penting karena kesetaraan layanan dalam seluruh siklus penanggulangan bencana telah menjadi hal yang diwajibkan, dan hal itu dimuat dalam sejumlah regulasi. Mulai dari instruksi Presiden No. 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender, Peraturan Kepala (Perka) Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) No. 13 Tahun 2014 tentang Pengarusutamaan Gender dalam Penanggulangan Bencana, maupun Perka BNPB No. 14 Tahun 2014 tentang Penanganan, Perlindungan dan Partisipasi Penyandang Disabilitas dalam Penanggulangan Bencana.

Namun, sejumlah tantangan muncul dalam upayamengintegrasikan pengarusutamaan GEDSI. One mengakui, tantangan tersebut tak bisa dipisahkan dari konstruksi budaya patriarki yang sudah mengakar di individu dan masyarakat. Oleh karena itu, meskipun regulasi terkait pengarusutamaan GEDSI di Provinsi Jawa Timur sudah lama ada dan terbilang cukup lengkap, minimnya panduan praktis yang ditambah budaya yang mengakar membuat penerapannya tidak selancar yang diharapkan.

Untuk mendorong implementasi perspektif GEDSI dalam perencanan pembangunan oleh masing-masing OPD, ada dua langkah yang diambil yakni menerbitkan payung hukum dan menyusun panduan praktis. Sebagai fondasi awalnya, pengarusutamaan perspektif GEDSI, terutama aspek gender, dimunculkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD). Secara formal, hal itu diwujudkan melalui penerbitan Peraturan Daerah No. 4 Tahun 2021 tentang Perubahan RPJMD Tahun 2019-2024 yang menyebut bahwa pengarusutamaan gender adalah strategi dalam pembangunan. Langkah selanjutnya adalah menyusun buku panduan supaya RPJMD itu lebih mudah diterjemahkan dalam perencanaan. “Jadi RPJMD ini menjadi payung hukum yang berkelanjutan. Buku panduan disusun untuk mendukung proses pemahamandan langsung bisa menerjemahkan RPJMD menjadi perencanaan yang dibuat di masing-masing OPD dalam konteks penanggulangan bencana,” lanjut One.

Sriyono, Penata Penanggulangan Bencana Ahli Madya BPBD Provinsi Jawa Timur mengatakan, buku panduan perlu disusun sebagai rujukan cepat dan mudah bagi proses penyusunan perencanaan hingga implementasi. Dengan dukungan dari Program SIAP SIAGA, BPBD dan DP3AK Jatim telah menyusun rangkaian buku pedoman terkait GEDSI yang selaras dengan RPJMD, yaitu Panduan Pengarusutamaan GEDSI dalam Penanggulangan Bencana, Panduan Perencanaan Penganggaran Responsif GEDSI dalam Penanggulangan Bencana, serta Panduan Monitoring, Evaluasi, dan Pelaporan.

Proses penyusunan buku panduan tersebut dimulai sejak April 2022 dengan melibatkan para pihak dalam diskusi berseri, antara lain dari perwakilan Pemerintah Provinsi Jawa Timur, Forum Pengurangan Risiko Bencana (FPRB) Jawa Timur, akademisi, dan organisasi nonpemerintah. Setelah buku panduannya selesai disusun, BPBD dan DP3AK didukung Program SIAP SIAGA melakukan sosialisasi dan pendampingan.

Menyiasati Anggaran

Ikhtiar pengarusutamaan GEDSI tidak lantas berhenti setelah buku-buku panduan selesai disusun. Dibutuhkan upaya lanjutan agar isinya dipahami oleh sebanyak mungkin perangkat daerah. Namun mengingat keterbatasan anggaran, DP3AK mendorong penerapannya melalui bimbingan teknis (bimtek). Sasaran utamanya adalah sumber daya manusia (SDM) di OPD yang bertugas sebagai penyusun perencanaan kegiatan dan anggaran. Merekalah yang diharapkan menjadi motor di instansinya masing-masing dalam menyusun anggaran yang berperspektif GEDSI.

“Tetapi masalah klasiknya ya, yang sudah kami latih di bimtek kemudian mengalami mutasi. Akhirnya mesti mulai lagi melatih dari awal. Padahal ketika memulai dari awal, artinya perencanaan penganggaran di OPD tersebut bisa jadi dipimpin orang yang berbeda,” jelas One.

Melihat hal itu, Tim DP3AK memutuskan melakukan pendampingan langsung agar perencanaan yang dibuat selaras dengan prinsip pengarusutamaan GEDSI. Beruntung sejak Agustus tahun 2022, Jawa Timur telah memiliki aplikasi Super Sinden (Sistem Perencanaan Penganggaran Responsif Gender Online). Melalui aplikasi ini, supervisi yang mereka lakukan bisa lebih cepat dan tepat. “Saat ini inisiatif di level provinsi terkait pengarusutamaan gender, atau lebih luas lagi GEDSI, sudah mulai diikuti oleh kabupaten/kota. Total sudah ada 22 daerah yang memiliki perda pengarusutamaan gender,” katanya.

Selain mutasi, daerah juga memiliki keterbatasan SDM untuk mendampingi proses Perencanaan dan Penganggaran yang Responsif Gender (PPRG). DP3AK dengan didukung Program SIAP SIAGA kemudian melatih fasilitator dari luar pemerintah, seperti dari perguruan tinggi dan lembaga swadaya masyarakat. One berharap, pemerintah daerah dapat memanfaatkan fasilitator yang telah dilatih ini sebagai pendamping.

Sriyono juga berharap agar semua daerah di Jawa Timur segera mengintegrasikan GEDSI. Dia memberi contoh sederhana terkait dampak positif dari pengarusutamaan GEDSI yang dapat dilihat saat letusan Gunung Semeru pada Desember 2021. Biasanya, di pengungsian hanya ada satu dapur umum untuk semua, tanpa membedakan kebutuhan. Namun berbekal data pilah baik, BPBD Provinsi Jatim bisa mendirikan dapur umum khusus untuk memenuhi kebutuhan warga rentan.

“Memang tidak mudah kalau terkait dengan perubahan pola pikir. Kemarin saat pertemuan dengan pendamping desa tangguh bencana (Destana) misalnya, ketika saya mengatakan disabilitas akan ditambahkan sebagai salah satu instrumen Destana, mereka langsung mengatakan hal itu sangat susah,” ujarnya.

Persepsi tentang rasa susah itu, lanjut Sriyono, ternyata muncul karena para pendamping yang memaknainya sebagai kewajiban untuk mendatangkan penyandang disabilitas ke satu tempat, misalnya balai desa. Padahal yang dimaksud adalah mengumpulkan data penyandang disabilitas yang akurat, dan kemudian memastikan terpenuhinya kebutuhan mereka untuk menghadapi bencana, termasuk terkait akses terhadap informasi bencana. Ini membuktikan bahwa sosialisasi masih sangat dibutuhkan.

Hal inilah yang membuat One menetapkan target yang sesuai dengan keadaan. Adanya capaian perencanaan berperspektif GEDSI yang menyentuh 70 persen terutama yang terkait penanggulangan bencana di Jawa Timur, menurutnya sudah sangat bagus. Dukungan dan komitmen pemimpin di tingkat daerah maupun di masing-masing OPD terhadap pengarusutamaan perspektif GEDSI sangat akan berperan dalam upaya mencapai realisasi target tersebut.