Di kesempatan lain, Dewa Made Indra mengungkapkan, idealnya KRB dan RPB menjadi dokumen rujukan dalam penyusunan perencanaan pembangunan daerah. Poin kesepakatan itu sekaligus memberi jalan bagi KRB Provinsi Bali 2023-2027 dan RPB Provinsi Bali 2024-2028 untuk bisa disahkan menjadi dokumen strategis untuk pengurangan risiko bencana di Provinsi Bali.
Kepala daerah baik gubernur, bupati dan walikota kini bisa mengeluarkan peraturan bagi dasar hukum penetapan Kajian Risiko Bencana (KRB) dan Rencana Penanggulangan Bencana (RPB) di daerahnya masing-masing. Dengan keputusan ini, penerbitan KRB dan RPB di daerah kini bisa lebih cepat.
Hal itu merupakan salah satu kesepakatan penting yang dihasilkan dari pertemuan sejumlah pemangku kepentingan utama penanggulangan bencana di Indonesia pada Rabu (19/6) di Denpasar Bali. Kesepakatan tersebut sejalan dengan tujuan pertemuan, yaitu membangun komitmen penyepakatan mekanisme yang efektif dan tepat sasaran untuk proses penerbitan KRB dan RPB di tingkat provinsi maupun kabupaten, baik secara khusus di Bali maupun secara umum di skala nasional .
Dalam pertemuan yang difasilitasi oleh Program SIAP SIAGA tersebut, selain penandatanganan kesepakatan, terdapat tiga sesi pemaparan dan diskusi yang digelar. Sesi pemaparan umum disampaikan oleh Deputi Sistem dan Strategi Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Dr. Raditya Jati. S.Si., M.Si dan Plh. Dirjen Bina Administrasi Kewilayahan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Dr. Drs. Amran, M.T.
Adapun pemaparan materi teknis dibagi dua bagian. Tema diskusi sesi pertama adalah “Dokumen Penanggulangan Bencana dan Tantangan Implementasi di Daerah”, dengan narasumber Direktur Pemetaan Evaluasi Risiko Bencana BNPB Dr. Ir. Udrekh, S.E., M.Sc, Direktur Pengembangan Strategi Penanggulangan Bencana BNPB yang diwakili oleh Analis Kebencanaan Ahli Madya BNPB, Pratomo Cahyo Nugroho, M.T. , dan Plh. Direktur Produk Hukum Daerah Direktorat Jenderal (Ditjen) Bina Otonomi Daerah Kemendagri yang diwakili oleh Kepala Sub Direktorat Produk Hukum Daerah, Direktorat Jenderal Otonomi Daerah, Wahyu Perdana Putra. Sesi kedua bertema “KRB dan RPB dan Tantangan Pemenuhan SPM Sub-urusan Bencana di Daerah” menghadirkan Plh. Direktur Sistem Penanggulangan Bencana BNPB, dr. Rucky Nurul Wursanty, M.K.M., Plh. Direktur Sinkronisasi Urusan Pemerintahan Daerah III Ditjen Bina Pembangunan Daerah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Wahyu Suharto, dan Direktur Manajemen Penanggulangan Bencana dan Kebakaran Ditjen Bina Administrasi Kewilayahan Kemendagri, yang diwakili oleh Staf Direktorat Manajemen Penanggulangan Bencana dan Kebakaran, Evan Fardianto, S.T., M.A. B, sebagai narasumber.
Selain pemaparan dan diskusi, , berita acara kesepakatan juga ditandatangani. Hadir juga perwakilan Pemerintah Provinsi Bali, yaitu Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Bali, Dr, Drs. I Made Rentin, AP, M.Si dan Biro Hukum Setda Provinsi Bali, I Putu Suarta, S.H., M.H.
Di kesempatan lain, Dewa Made Indra mengungkapkan, idealnya KRB dan RPB menjadi dokumen rujukan dalam penyusunan perencanaan pembangunan daerah. Poin kesepakatan itu sekaligus memberi jalan bagi KRB Provinsi Bali 2023-2027 dan RPB Provinsi Bali 2024-2028 untuk bisa disahkan menjadi dokumen strategis untuk pengurangan risiko bencana di Provinsi Bali. “Untuk dapat menjadi dokumen yang dirujuk dalam dokumen perencanaan pembangunan daerah itu, legalisasi dokumen KRB dan RPB menjadi hal yang penting,” katanya.
Selain poin tentang bentuk legalisasi Dokumen Penanggulangan Bencana yang memuat KRB dan RPB baik di tingkat Provinsi, Kabupaten/Kota dengan Peraturan Kepala Daerah, , untuk menindaklanjutinya ada 6 (enam) hal lain yang disepakati antara Kementerian Dalam Negeri dan BNPB. Pertama, penyempurnaan Norma Standar Prosedur dan Kriteria (NSPK) KRB, yang berarti merevisi Peraturan Kepala (Perka) BNPB No. 2 Tahun 2012 tentang Pedoman Umum Pengkajian Risiko Bencana dengan menambahkan substansi pengaturan KRB ditetapkan melalui peraturan kepala daerah. Kedua, mengatur periodisasi masa berlaku RPB agar mengikuti periode Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD).
Ketiga, perlu disusunnya perda tentang penyelenggaraan penanggulangan bencana di provinsi dan kabupaten/kota. Keempat, menyiapkan instrumen pembinaan dan pengawasan bagi provinsi kepada kabupaten/kota terkait efektivitas pelaksanaan atas dokumen kebencanaan, yaitu KRB dan RPB, dalam penetapan kebijakan penanggulangan bencana, khususnya pemenuhan pelayanan dasar Standar Pelayanan Minimal (SPM) Bidang Ketentraman dan Ketertiban Umum serta Perlindungan Masyarakat Suburusan Bencana. Kelima, pendampingan dan asistensi kepada pemerintah daerah oleh Kemendagri dan BNPB agar percepatan penyusunan KRB dan RPB dapat segera dilakukan. Keenam, perlunya untuk segera menyebarkan pembelajaran dari pertemuan di Bali tersebut ke seluruh daerah di Indonesia.
Semua pihak bersepakat, dokumen yang dihasilkan di Bali ini digunakan sebagai bahan kebijakan dan peraturan di tingkat pusat dan daerah. Harapannya, kesepakatan yang telah dibuat tersebut tidak hanya memperlancar dan mempercepat pengesahan KRB dan RPB, tetapi secara juga bisa menjamin kualitas dokumen dan periode waktu penyusunan yang selaras dengan penyusunan dokumen perencanaan pembangunan.
Program SIAP SIAGA adalah Kemitraan Australia-Indonesia yang bertujuan untuk menguatkan ketangguhan bencana di Indonesia dan Kawasan Indo-Pasifik
HUBUNGI KAMI
Kami akan senang mendengar dari Anda.
Jangan ragu untuk menghubungi menggunakan detail di bawah ini.
Alamat:
SIAP SIAGA
Treasury Tower 59th Floor, District 8 SCBD Lot 28, Jl. Jend. Sudirman Kav 52 – 53
Jakarta Selatan, 12190, Indonesia
Telepon: +6221 7206616
Email: siap.siaga@thepalladiumgroup.com