Pelibatan aktor lokal dalam manajemen risiko bencana kini semakin kuat dengan adanya komitmen Pemerintah Indonesia terhadap konsep Resiliensi Berkelanjutan. Aktor lokal yang tinggal di kawasan rawan bencana menyimpan segudang kearifan lokal; yang mampu memperkaya kebijakan manajemen risiko bencana lebih dalam. Sehingga, pemberdayaan mereka sebagai garda terdepan dalam penanggulangan bencana merupakan langkah strategis untuk mendorong ketangguhan terhadap bencana, adaptasi perubahan iklim, serta pembangunan berkelanjutan.
Pemosisian masyarakat atau komunitas lokal sebagai aktor yang berada di garda depan penanggulangan bencana bukanlah konsep yang baru. Walau singkat, praktik ini telah termaktub di dalam Kerangka Kerja Sendai 2015 – 2030 yang berfungsi sebagai satu-satunya instrumen internasional yang diakui secara universal sebagai pedoman berbagai negara dalam upaya pengurangan risiko bencana. Pada kerangka tersebut, resiliensi suatu negara terhadap bencana hanya dapat dicapai dengan aksi dan kemitraan yang membagi peran dan tanggung jawab dalam membangun ketangguhan hingga ke tingkat lokal.
Upaya pelokalan kemudian juga diperkuat melalui kesepakatan reformasi aksi kemanusiaan yang dikenal dengan Grand Bargain pada World Humanitarian Summit 2016. Kesepakatan ini mendorong keterlibatan penggerak lokal dalam mengakses pendanaan maupun melaksanakan aksi kemanusiaan di lapangan melalui kemitraan dengan donor dan pemerintah nasional maupun daerah. Partisipasi ini mendorong penguatan kapasitas dan kemandirian komunitas dalam mengelola kebutuhan aksi kemanusiaan, termasuk dalam hal pengurangan risiko dan penanggulangan bencana sesuai kebutuhan dan kapasitasnya. Sehingga, pelibatan yang dimaksud tidak hanya menitikberatkan pada representasi komunitas namun juga pengikutsertaan mereka sebagai bekal masukan kebijakan manajemen risiko bencana yang lebih luas. Hampir satu dekade sejak kedua instrumen tersebut disepakati, praktik ketangguhan lokal ini kentara dan bahkan menjadi rujukan utama selama masa Pandemi COVID-19.
Belajar dari Pandemi COVID-19
Pandemi COVID-19 yang membatasi mobilitas masyarakat dan batas wilayah mendorong ketangguhan yang bersifat lokal sebagai syarat untuk bertahan hidup. Dalam skala kecil di tingkat keluarga sampai desa, anggota masyarakat mengandalkan aksi kolektif dan modal sosial dalam mengelola karantina mandiri hingga memenuhi kebutuhan pangan akibat terputusnya jaringan koordinasi secara fisik. Negara secara langsung mengandalkan perilaku masyarakat dalam melindungi kesehatan warganya untuk membangun ketangguhan nasional. Hal ini membuktikan pentingnya peran komunitas dalam mewujudkan aksi kemanusiaan yang tepat sasaran.
Praktik baik tersebut terekam dalam sintesis pembelajaran yang dilakukan oleh Program SIAP SIAGA yang bertajuk "Karena Resiliensi itu Lokal” pada tahun 2022 silam. Laporan ini menyarikan pembelajaran dan mengidentifikasi dampak pelokalan penanganan COVID-19 di kawasan Indo-Pasifik sebagai bekal pembangunan ketangguhan yang terlokalkan secara berkelanjutan kedepan. Namun, laporan ini juga menggarisbawahi bahwa struktur pelokakan yang ada pada saat itu masih terbatas dalam konteks penanganan pandemi, belum mencakup penanggulangan bencana secara umum. Padahal, pelokalan sistem kesiapsiagaan diperlukan sebagai tulang punggung aksi tanggap bencana yang lebih efektif kedepannya.
Dua tahun sejak laporan tersebut dikeluarkan, Program SIAP SIAGA terus mendorong semangat Pemerintah Indonesia dalam melokalkan upaya ketangguhan bencana yang selaras dengan komitmen global, seperti Kerangka Kerja Sendai. Diharapkan Pemerintah mampu menyediakan kebijakan yang mendukung partisipasi akar rumput komunitas dalam manajemen risiko bencana. Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB) dan Perjanjian Paris juga menjadi instrumen-instrumen penting untuk mengintegrasikan aspek partisipasi lokal dalam menyikapi tantangan universal akibat bencana. Dalam dekade terakhir, frekuensi dan intensitas bencana hidrometeorologi di Indonesia telah meningkat secara signifikan akibat perubahan iklim. Oleh karena itu, pembelajaran tentang potensi masyarakat lokal, yang sering berada di garis depan kesiapsiagaan dan tanggap bencana serta paling memahami konteks dan komunitas mereka, harus lebih dipertegas dalam upaya advokasi dan sebagai bagian dari sistem manajemen risiko bencana.
Menyongsong Resiliensi Berkelanjutan
Pelibatan aktor lokal dalam manajemen risiko bencana kini semakin kuat dengan adanya komitmen Pemerintah Indonesia terhadap konsep Resiliensi Berkelanjutan. Resiliensi berkelanjutan menggambarkan sebuah sistem, tata kelola, komunitas, dan masyarakat yang mampu menghadapi, beradaptasi, dan pulih dari bencana melalui cara-cara yang menjamin pembangunan dan keberlanjutan. Konsep ini mengintegrasikan manajemen risiko bencana, adaptasi perubahan iklim, dan tujuan pembangunan berkelanjutan untuk menciptakan strategi yang kohesif dalam melindungi kemaslahatan umat manusia dan lingkungan.
Resiliensi Berkelanjutan dalam konteks tata kelola kebencanaan di Indonesia bertujuan untuk melokalkan dan mengintegrasikan komitmen globalnya terkait ketangguhan bencana, adaptasi perubahan iklim, dan pembangunan berkelanjutan. Berbagai inisiatif dan praktik baik telah diluncurkan oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) untuk menggarisbawahi pentingnya partisipasi dan pembelajaran aktor lokal dalam upaya pengurungan risiko bencana. Sejak tahun 2022, BNPB bersama Program SIAP SIAGA telah mengumpulkan puluhan cerita ketangguhan lokal dari kawasan ekoregion rawan bencana di Indonesia. Cerita ini lantas diluncurkan dalam kompilasi buku yang bertajuk: Masyarakat Gunung Berapi Bertutur (2022), Masyarakat Sungai Bertutur (2023), dan Masyarakat Pantai Bertutur (2024). Kisah-kisah ini menitikberatkan peran masyarakat sebagai garda terdepan penanggulangan bencana sekaligus merekam kekuatan aksi kolektif dan budaya lokal masyarakat dalam merespon bencana. Baca salah satu liputan kami tentang upaya ini di sini, di mana kami mendukung pendekatan manajemen risiko bencana partisipatif sebagai bagian dari aksi Resiliensi Berkelanjutan.
Dalam konteks kemitraan di Kawasan Indo-Pasifik, Program SIAP SIAGA juga mendukung kontribusi Indonesia dalam menawarkan konsep Resiliensi Berkelanjutan dan produk turunannya bagi negara-negara di kawasan tersebut dengan ragam bencana yang senada. Diantaranya melalui utilisasi teknologi Perangkat Resiliensi Pesisir yang mendorong kolaborasi di antara pelaku kebencanaan dan masyarakat lokal dalam memanfaatkan data untuk mempersiapkan diri terhadap ancaman bencana hydrometeorologi. Perangkat ini memungkinkan kontribusi pengetahuan lokal (tacit knowledge) terhadap interpretasi pola cuaca dan lautan yang disandingkan dengan pengetahuan teruji dari pakar (explicit knowledge) untuk menghasilkan kebijakan kesiapsiagaan di kawasan pesisir yang berbasis pengetahuan dan data (implicit knowledge).
Belajar dari kekuatan pelokalan ketangguhan pada masa Pandemi COVID-19, Pemerintah Indonesia terus mengembangkan upaya pelokalan peran penanggulangan bencana bagi masyarakat dan komunitas. Upaya ini dicapai melalui adaptasi dan penguatan implementasi komitmen global yang disesuaikan dengan konteks lokal melalui adopsi prinsip Resiliensi Berkelanjutan. Aktor lokal yang tinggal di kawasan rawan bencana menyimpan segudang kearifan lokal; yang mampu memperkaya kebijakan manajemen risiko bencana lebih dalam. Sehingga, pemberdayaan mereka sebagai garda terdepan dalam penanggulangan bencana merupakan langkah strategis untuk mendorong ketangguhan terhadap bencana, adaptasi perubahan iklim, serta pembangunan berkelanjutan.
Program SIAP SIAGA adalah Kemitraan Australia-Indonesia yang bertujuan untuk menguatkan ketangguhan bencana di Indonesia dan Kawasan Indo-Pasifik
HUBUNGI KAMI
Kami akan senang mendengar dari Anda.
Jangan ragu untuk menghubungi menggunakan detail di bawah ini.
Alamat:
SIAP SIAGA
Treasury Tower 59th Floor, District 8 SCBD Lot 28, Jl. Jend. Sudirman Kav 52 – 53
Jakarta Selatan, 12190, Indonesia
Telepon: +6221 7206616
Email: siap.siaga@thepalladiumgroup.com