Memacu Ketangguhan Melalui Inovasi di Lomba Desa


Madong Hartono, Kepala Bidang Pemerintah Desa Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (PMD) Kabupaten Buleleng, menjelaskan, PKD memudahkan desa untuk melakukan perencanaan dan penganggaran secara terstruktur, sekaligus memastikan program-program kebencanaan masuk dalam rencana pembangunan. Ia mencontohkan, penganggaran penanggulangan bencana dalam APBDes selama ini diatur di bidang 5, yaitu Bidang Penanggulangan Bencana, Darurat, dan Mendesak Desa. Bidang itu biasanya digunakan desa untuk belanja di situasi darurat, misalnya membeli air bersih saat kekeringan. “Nah, PKD ini membuat mereka memiliki pemahaman bahwa penganggaran untuk masa prabencana dan pemulihan juga perlu, misalnya pembangunan pos kesiapsiagaan desa dan pelatihan kebencanaan,” terangnya.

sedang 1527813192IMG 3211

Inovasi berupa penyertaan Penilaian Ketangguhan Desa (PKD) sebagai elemen dalam Lomba Desa mengubah cerita pencapaian Desa Tangguh Bencana (Destana) di Provinsi Bali. Semangat berkompetisi bisa menuntun kesadaran akan bencana sehingga desa-desa yang mengikuti Lomba Desa melangkah menjadi Destana.

Meskipun beberapa kali menghadapi bencana, Desa Gobleg di Kecamatan Banjar, Kabupaten Buleleng, masih mengandalkan spontanitas. Kultur gotong royong dan saling bantu yang kuat membuat warga menghadapi bencana dengan kebiasaan turun temurun, misalnya dengan mengungsi sebentar ke tetangga desa lalu kembali ke rumah saat bencana sudah lewat. Padahal sebagai desa yang berada di kawasan perbukitan, longsor menjadi salah satu ancaman bencana utama. Selain itu, ada juga kebakaran, kekeringan, puting beliung, hingga gempa bumi.

I Made Separsa, Perbekel (Kepala Desa) Desa Gobleg, menuturkan, ketika dirinya mulai menjabat pada akhir 2021, ia langsung menata sistem administrasi di desa supaya kegiatan apapun yang dilakukan bisa berjalan lancar, termasuk kegiatan merespons situasi bencana. “Fokus saya di awal dulu lebih ke pembenahan administrasi desa. Semua dokumen yang wajib ada di desa kami lengkapi dan arsipkan dengan baik,” katanya.

I Made Separsa Perbekel Kepala Desa Desa Goblek Buleleng artikel PKD

Namun, belakangan dia dan aparat desa lain sadar bahwa menghadapi bencana tidaklah cukup berbekal kebiasaan, spontanitas, maupun tata kelola administrasi yang baik. Perlu ada pemenuhan banyak indikator agar suatu desa bisa disebut tangguh bencana. Kesadaran tersebut muncul saat mereka mulai mengenal perangkat Penilaian Ketangguhan Desa (PKD) saat diarahkan pihak kabupaten untuk menjadi Destana.

“Awalnya kami tidak begitu familiar dengan Destana. Tetapi dengan adanya indikator-indikator itu, dan kebetulan karena administrasi sudah kami tata, kami tidak kesulitan untuk mencari data sesuai indikatornya,” jelasnya. Pengisian PKD membuat mereka memahami indikator yang perlu dipenuhi agar desa bisa lebih siap dalam menghadapi bencana. Kesiapan itu tidak hanya menyangkut bagaimana menghadapi situasi darurat, melainkan juga sebelum situasi darurat melalui peningkatan kapasitas, kegiatan mitigasi bencana, hingga pengalokasian anggaran untuk mendukung kegiatan penanggulangan bencana, dan penerbitan kebijakan di tingkat desa.

“Kalau secara kelengkapan administrasi, kami bisa yakin bisa memenuhinya karena sudah tertata. Tapi saat mengisi PKD, kami jadi sadar ada banyak sarana prasarana yang masih kurang, yang membuat kami sebenarnya sangat rentan terhadap bencana,” katanya. Dia mencontohkan kurangnya sarana Alat Pemadam Api Ringan (APAR) di kantor desa, hingga jalur evakuasi serta tempat pengungsian bagi warga saat terjadi bencana. Demikian juga pentingnya segera merealisasikan pembentukan Forum Pengurangan Risiko Bencana (FPRB) Desa. “Memang sangat penting ada pembagian peran yang pasti dari awal, dan tidak sepenuhnya mengandalkan spontanitas di lapangan. Jadi jelas kapasitas apa yang perlu ditingkatkan dari tiap personel,” tuturnya.

Membuat Desa Lebih Tangguh                          

PKD adalah perangkat untuk memetakan kemampuan dalam penanggulangan bencana yang terdiri dari alat hitung ketangguhan desa melalui indikator-indikator dan komponen yang telah disusun. Berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI) 8357: 2017 tentang Desa dan Kelurahan Tangguh Bencana, perangkat ini menilai lima komponen, yaitu Kualitas dan Akses Layanan Dasar; Peraturan dan Kebijakan Penanggulangan Bencana; Pencegahan dan Mitigasi; Kesiapsiagaan Darurat; dan Kesiapsiagaan Pemulihan. Pemenuhan indikator PKD selaras dengan kriteria Destana.

Putu Ariadi Pribadi Kepala BPBD Buleleng artikel PKD

Kepala Pelaksana BPBD Buleleng Putu Ariadi Pribadi menuturkan, pedoman pembentukan Destana sudah ada sejak terbitnya Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) No. 1/2012. Namun meski menjadi kewajiban, hingga Agustus 2024, baru ada delapan dari total 148 desa/kelurahan di Kabupaten Buleleng yang telah menjadi Destana. Menurut dia, kendala utama pembentukan Destana di Buleleng adalah anggaran, kapasitas, dan komitmen. Pembentukan Destana membutuhkan adanya relawan bencana terlatih, yang berarti membutuhkan terselenggaranya beragam pelatihan. Ujungnya adalah anggaran. Untuk pembentukan satu Destana, anggaran yang dubutuhkan setidaknya mencapai Rp50 juta. Padahal jika ingin menganggarkan, mesti ada rujukan dokumen yang jelas. Kendala-kendala tersebut seperti lingkaran tak putus yang membuat desa akhirnya enggan memulai tahapan Destana.

Dengan adanya PKD, tahapan menuju Destana menjadi lebih jelas. Bisa dikatakan bahwa ketika indikator PKD sudah dipenuhi, desa-desa tersebut secara otomatis sudah memenuhi kriteria menjadi Destana. Itulah mengapa BPBD Buleleng mengikuti arahan BPBD Bali dengan dukungan dari Program SIAP SIAGA mendorong desa-desa di Buleleng mengisi PKD.

Dalam upaya itu, penyelenggaraan Lomba Desa menjadi salah satu pintu masuk. Kini, Lomba Desa di Bali menyertakan indikator PKD sebagai syarat yang harus dipenuhi desa peserta. “Sekarang itu jadi poin penilaian, jadi mau tidak mau harus dipenuhi, sehingga desa harus menyesuaikan. Mereka sampai mengundang BPBD ketika belum paham bagaimana cara mengisi PKD. Jadi ada inisiatif dari desa untuk mengisinya,” ujarnya. Desa Gobleg adalah salah satu desa yang pernah menjadi peserta Lomba Desa pada 2018. Separsa mengatakan, waktu itu PKD belum menjadi kriteria penilaian sehingga desa-desa peserta pun tidak merasa perlu memenuhi indikator yang berkaitan dengan Destana. Kini dengan masuknya PKD dalam poin penilaian Lomba Desa, motivasi untuk memenuhi indikator PKD meningkat. Bahkan bagi Desa Gobleg yang tahun ini tidak menjadi peserta Lomba Desa, ada keinginan kuat untuk mendapat nilai tinggi dalam pemenuhan PKD. Dengan mengiri syarat tersebut, mereka akan lebih siap jika sewaktu-waktu ditunjuk menjadi peserta Lomba Desa. “Sekarang kami nilainya 93 atau masuk Desa Tangguh Utama, itu nilai yang sesuai keadaannya, bisa dicek semua dokumen dan kegiatannya itu ada,” tandasnya.

Madong Hartono, Kepala Bidang Pemerintah Desa Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (PMD) Kabupaten Buleleng, menjelaskan, PKD memudahkan desa untuk melakukan perencanaan dan penganggaran secara terstruktur, sekaligus memastikan program-program kebencanaan masuk dalam rencana pembangunan. Ia mencontohkan, penganggaran penanggulangan bencana dalam APBDes selama ini diatur di bidang 5, yaitu Bidang Penanggulangan Bencana, Darurat, dan Mendesak Desa. Bidang itu biasanya digunakan desa untuk belanja di situasi darurat, misalnya membeli air bersih saat kekeringan. “Nah, PKD ini membuat mereka memiliki pemahaman bahwa penganggaran untuk masa prabencana dan pemulihan juga perlu, misalnya pembangunan pos kesiapsiagaan desa dan pelatihan kebencanaan,” terangnya.

Sebelum PKD menjadi poin penilaian, Lomba Desa sebenarnya telah memasukkan sejumlah indikator kebencanaan dalam kriteria kompetisi. Namun, isinya memang belum serinci PKD. “Dengan optimalisasi PKD melalui Lomba Desa, tinggal memastikan semua desa punya mindset soal kebencanaan,” tandasnya.

Inisiatif Bersama

Kepala Pelaksana BPBD Provinsi Bali I Made Rentin mengatakan, masuknya PKD dalam poin penilaian Lomba Desa di Bali merupakan bukti komitmen Pemprov Bali untuk mempercepat pembentukan Destana. Upaya percepatan itu tidak bisa dilakukan semata oleh BPBD sehingga perlu ada kolaborasi dengan banyak pihak. Itulah mengapa ide untuk memasukkan PKD dalam Lomba Desa muncul, sehingga BPBD Bali berkolaborasi dengan Dinas PMD Bali untuk merealisasikannya.

Kepala Pelaksana BPBD Bali I Made Rentin. artikel PKD Bali

Menurut dia, diskusi antara BPBD Bali dan PMD Bali terkait upaya percepatan PKD melalui Lomba Desa itu menghasilkan kesepakatan untuk memasukkan PKD sebagai indikator Lomba Desa/Kelurahan pada 2023. Lalu, inisiatif tersebut diperkuat dengan penerbitan Surat Edaran (SE) Sekretaris Daerah (Sekda) Bali pada 13 Februari 2024 tentang pelaksanaan penilaian ketangguhan desa. “Saya kaget karena BNPB pun sudah mengetahui SE Sekda Bali itu, dan kemudian dalam suatu forum nasional mendorong daerah lain untuk melakukan kolaborasi serupa antara penilaian desa dengan Destana,” kata Rentin. Selanjutnya, mulai 2024 sosialisasi khususnya ke BPBD dan PMD kabupaten/kota dilakukan. Di situ, ditegaskan bahwa dalam melaksanakan Lomba Desa di wilayah masing-masing, PMD wajib berkolaborasi dengan BPBD khususnya untuk menilai indikator terkait PKD.

Kepala Bidang Pemerintahan Desa Dinas PMD Provinsi Bali Si Ngurah Made Arya Astawa menuturkan, Lomba Desa adalah ajang rutin yang telah digelar sejak lama. Desa-desa dipertandingkan secara berjenjang mulai dari level kabupaten hingga nasional. Selain mendapat penghargaan, pemenang Lomba Desa akan menjadi prioritas penerima program pemerintah pusat sekaligus percontohan bagi desa-desa lain. Jika bisa memanfaatkan peluang tersebut, desa juara akan mendapat kunjungan dari banyak pihak sehingga bisa menambah pemasukan. Ngurah menegaskan, komunikasi yang intensif antara Dinas PMD dan BPBD Provinsi Bali membuat PKD akhirnya dapat dimasukkan sebagai salah satu unsur yang dinilai dalam Lomba Desa. Dalam Petunjuk Teknis Penilaian Lomba Desa 2023, inisiatif Pemprov Bali tersebut membuat kalimat pada poin 22 unsur penilaian menjadi: kesiapan tanggap bencana (peta bencana, sistem deteksi dini bencana, pelaksanaan simulasi, daerah evakuasi bencana) dan Penilaian Ketangguhan Desa. “Melalui inisiatif tersebut, di Bali sekarang Lomba Desa tetap ada di bawah koordinasi Dinas PMD, tapi khusus secara substansi ketangguhan bencananya ada di BPBD,” terangnya.

Terkait dengan penyertaan PKD dalam Lomba Desa, Ketua Bidang Pengembangan Sumber Daya Manusia Forung Pengurangan Risiko Bencana (FPRB) Bali Dewi Reny Anggraeni menilai bahwa PKD bisa membantu desa mengidentifikasi kebutuhan program sekaligus mengenali kelemahan program. Namun, ia mengingatkan bahwa PKD bisa menjadi salah satu solusi hanya ketika benar-benar diisi dengan jujur. Ketika menjadi syarat dalam Lomba Desa, perlu terus diingatkan bahwa orientasinya bukan sekadar untuk mendapat nilai tinggi. “Perlu dipastikan bahwa desa mengisi secara objektif dan mampu menampilkan bukti. Selama dilakukan dengan benar, ini upaya yang sangat bagus untuk mendorong ketangguhan desa,” ucapnya.

logo siapsiaga white

Kami akan senang mendengar dari Anda.
Jangan ragu untuk menghubungi menggunakan detail di bawah ini.

Alamat:
SIAP SIAGA
Treasury Tower 59th Floor, District 8 SCBD Lot 28, Jl. Jend. Sudirman Kav 52 – 53
Jakarta Selatan, 12190, Indonesia
Telepon: +6221 7206616
Email: siap.siaga@thepalladiumgroup.com