Inovasi Kajian Ketangguhan Bencana Wilayah Pesisir dan Pulau Kecil dari Gili Tramena


Melihat situasi tersebut, Program SIAP SIAGA bersama BPBD Provinsi NTB dan Forum Pengurangan Risiko Bencana NTB mendesain perangkat kajian yang mengadaptasi tiga model sekaligus yaitu merujuk pada indikator destana, ketangguhan pulau kecil dan wilayah pesisir, dan sustainable livelihood. Integrasi terhadap tiga model tersebut adalah yang pertama kali ada di Indonesia.

Pendekatan yang dilakukan di kajian ini mencakup enam komponen, yaitu Kualitas dan Akses Layanan Dasar; Dasar Sistem Penanggulangan Bencana, Pengelolaan Risiko Bencana, Kesiapsiagaan Darurat, Kesiapsiagaan Pemulihan, dan Penghidupan Berkelanjutan. Pengumpulan data dan proses triangulasi kajian dilakukan pada Oktober – Desember 2022 termasuk menggunakan desk review, diskusi kelompok terarah (focus group discussion/FGD), observasi, wawancara semi-terstruktur, dan dokumentasi.

cover 100

Mendengar kata “tiga Gili” di Kabupaten Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat, sudah tentu akan menghadirkan bayangan wisata pantai nan elok, yang membuat wisatawan luar dan dalam negeri seakan antre agar bisa menikmatinya. Namun, kerentanan bencana di Gili Tramena (nama untuk menyebut tiga pulau, yaitu Gili Trawangan, Gili Air, dan Gili Meno) tidak kalah dibandingkan wilayah pesisir lainnya. Upaya membangun ketangguhan di wilayah tersebut seakan berpacu dengan deru roda pariwisata yang menjadi andalan banyak pihak, baik pemerintah maupun swasta.

Analis Kebencanaan Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Lombok Utara Agus Hery Purnomo mengungkapkan, selain karena termasuk wilayah pesisir, kerentanan Gili Tramena juga disebabkan oleh pengelolaan kawasan yang mengutamakan kebutuhan pariwisata. Aspek keberlanjutan kepulauan tersebut, misalnya terkait kebutuhan ruang, dapat tersisihkan akibat telanjur penuh sesak dengan infrastruktur wisata. “Yang paling terlihat misalnya soal tingginya volume sampah, padahal pengelolaan belum baik. Akhirnya bencana kebakaran mulai sering terjadi di sana,” katanya.

Kebakaran tersebut terjadi lantaran sebagian warga memilih membakar sampah yang menumpuk. Ketika perilaku ini memicu terjadinya kebakaran, situasi makin sulit dikendalikan akibat tidak adanya pemadam kebakaran di Gili Tramena. Beberapa peristiwa kebakaran yang terjadi pun akhirnya berdampak fatal hingga melalap bangunan di dekatnya.

Kebakaran adalah satu dari lima prioritas ancaman bencana di Gili Tramena. Empat lainnya adalah abrasi, gempa bumi, gelombang ekstrem, dan banjir. Abrasi terjadi karena masifnya pembangunan infrastruktur akibat turisme massal. Bagaimanapun pariwisata di Gili Tramena menjadi tumpuan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Lombok Utara, dengan sumbangan mencapai sekitar 70% dari total PAD. Inilah salah satu tantangan perwujudan konsep kesiapsiagaan bencana di Gili Tramena. “Contohnya waktu kami memasang rambu tsunami, banyak pihak di sana yang melarang karena dianggap akan menakut-nakuti wisatawan. Jadi (masyarakat) memang sangat butuh edukasi kebencanaan,” ujar Agus.

Menurut Agus, BPBD Kabupaten Lombok Utara bersama dengan Program SIAP SIAGA secara bertahap melakukan beberapa aktivitas untuk membangun kesiapsiagaan dan ketangguhan di Gili Tramena. Proses di desa dilakukan secara paralel dengan di level kabupaten, mengingat perspektif kebencanaan juga masih harus terus dikampanyekan di dalam tubuh Pemda Kabupaten Lombok Utara.

‘Contohnya proses penerbitan izin lingkungan. Proses ini seharusnya dimulai dengan penyusunan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal), dilanjutkan dengan Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UKL-UPL), yang sebelumnya akan melibatkan BPBD. BPBD tidak lagi dilibatkan meskipun perspektif kebencanaan, khususnya dalam konteks Gili Tramena, diperlukan untuk mencegah penggunaan lahan yang merugikan yang dapat meningkatkan risiko bencana. Persyaratan standarisasi bencana harus disesuaikan dengan tingkat kerentanan. Ini jadi PR lagi buat kami di Pemkab’, kata Agus.

100 b. 2 1 scaled

Agus bersyukur saat ini beberapa perkembangan positif sudah terlihat. Terkait ancaman kebakaran misalnya, sudah ada beberapa relawan pemadam kebakaran di ketiga Gili. Beberapa hotel juga sudah membuka akses ke kolam renang untuk pengambilan air jika terjadi kebakaran di sekitarnya. Dia berharap, proses yang saat ini dijalani bersama dengan Program SIAP SIAGA dapat berujung pada model penyelarasan kepentingan ekonomi dan ketangguhan bencana di wilayah pesisir. Nantinya model ini akan dicoba juga untuk daerah pesisir lain di Kabupaten Lombok Utara yang berkelindan antara keseimbangan alam dan penghidupan, seperti Desa Bayan dan Kayangan yang wilayahnya makin banyak digunakan untuk tambak. “Sebab bagaimanapun Gili Tramena adalah sandaran penghidupan banyak pihak, sehingga yang bisa diarahkan saat ini adalah menjadikan model pariwisata di sana agar berkelanjutan,” kata Agus.

Status Gili Tramena

Status Gili Tramena memang terbilang istimewa. Merujuk pada Peraturan Presiden No. 84 Tahun 2021 Tentang Rencana Induk Destinasi Pariwisata Nasional Lombok - Gili Tramena Tahun 2020 – 2044, Gili Tramena termasuk Kawasan Strategis Pariwisata Nasional dan Kawasan Strategis Pariwisata Daerah, yang berarti ada di bawah pendampingan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif serta Pemerintah Provinsi NTB. Gili Tramena juga menjadi kawasan konservasi dan sekaligus perikanan yang berarti di bawah Kementerian Kelautan dan Perikanan. Selain tiga institusi tersebut, ada dua level pemerintah lain yang berkepentingan sekaligus ikut mengelola, yaitu Pemerintah Kabupaten Lombok Utara dan Pemerintah Desa Gili Indah. Desa Gili Indah secara administratif mencakup ketiga pulau di Gili Tramena.

Lembaga-lembaga pemerintah maupun nonpemerintah yang terlibat dalam pendampingan dan pengelolaan Gili Tramena ternyata memilki peranti berbeda-beda untuk mengukur dan memantau capaian masing-masing. Ujungnya, ketangguhan masyarakat pesisir dengan karakter wisata seperti di Gili Tramena sulit diukur.

Penguatan kawasan

Melihat situasi tersebut, Program SIAP SIAGA bersama BPBD Provinsi NTB dan Forum Pengurangan Resiko Bencana NTB merancang perangkat kajian yang mengadaptasi 3 model sekaligus, merujuk pada indikator desa tangguh bencana (Destana), ketahanan pulau-pulau kecil dan wilayah pesisir, dan penghidupan berkelanjutan. Integrasi ketiga model ini merupakan yang pertama di Indonesia.

Pendekatan yang dilakukan di kajian ini mencakup enam komponen, yaitu Kualitas dan Akses Layanan Dasar; Dasar Sistem Penanggulangan Bencana, Pengelolaan Risiko Bencana, Kesiapsiagaan Darurat, Kesiapsiagaan Pemulihan, dan Penghidupan Berkelanjutan. Pengumpulan data dan proses triangulasi kajian dilakukan pada Oktober – Desember 2022 termasuk menggunakan desk review, diskusi kelompok terarah (focus group discussion/FGD), observasi, wawancara semi-terstruktur, dan dokumentasi.  

Kesimpulan dari kajian tersebut menunjukkan bahwa meskipun Gili Tramena masih memiliki pekerjaan rumah yang banyak untuk mencapai ketangguhan lokal, terdapat kemajuan signifikan yang telah dicapai, terutama perihal ketangguhan bencana di pulau-pulau kecil dan wilayah pesisir. Desa Gili Indah telah diakui oleh BPBD Provinsi NTB sebagai Desa Tangguh Bencana (Destana) yang tergolong Destana Pratama. Namun, untuk lebih meningkatkan kesiapsiagaan mereka, desa ini sedang dalam proses mengembangkan peraturan komprehensif terkait penanggulangan bencana.          

Anggraeni Puspitasari, Disaster Risk Management Coordinator Program SIAP SIAGA di NTB mengatakan, kajian inilah yang menjadi titik pijak pendampingan di kawasan pesisir dan pulau kecil, yang dimulai dari Gili Tramena. Senada dengan Agus, menurut Anggraeni tantangannya saat ini adalah berhadapan dengan situasi pariwisata yang mulai bangkit setelah mati suri saat pandemi Covid-19. “Kesadaran tentang kebencanaan biasanya akan lebih meningkat pada masyarakat yang pernah mengalami (bencana). Tapi memang kalau situasi pemulihannya sudah membaik, kesadarannya gampang turun lagi,” katanya.

100 c. 3 1

Yang tak kalah penting, menurut Anggraeni, adalah memperkuat ketangguhan bencana Gili Tramena dengan tetap mempertimbangkan persyarakat khusus di kedua zona tersebut. Gili Tramena dibagi menjadi dua zona berbeda: zona inti, yang digunakan untuk pariwisata, dan zona penyangga, yaitu wilayah daratan di Pulau Lombok. Warga di wilayah daerah penyangga sangat memegang teguh kearifan lokal, khususnya dalam hal pemanfaatan lahan. Sebaliknya, pemanfaatan lahan yang luas di zona inti untuk pariwisata menyulitkan warga untuk mempraktikkan kesiapsiagaan bencana secara efektif. Ke depan, penting untuk memperkuat ketangguhan dan kesiapsiagaan secara terpadu, disesuaikan dengan kebutuhan dan karakteristik spesifik setiap zona, memastikan bahwa pariwisata dan kearifan lokal dapat seimbang untuk meningkatkan ketangguhan terhadap bencana.

Berdasarkan kesimpulan kajian, upaya mewujudkan ketangguhan bencana di Gili Tramena memerlukan mobilisasi sumber daya lintas sektor yang harus dituangkan dalam rencana aksi masing-masing pihak yang terlibat. “Program SIAP SIAGA memberikan pendampingan kepada BPBD dalam melakukan uji coba penerapan perangkat kajian ini. Kedepannya perangkat ini diharapkan sudah mencapai tahap implementasi sehingga lebih mudah untuk direplikasi di wilayah pesisir lainnya berdasarkan kebutuhan dan kondisi spesifiknya. Ini yang menjadi fokus kami tahun 2024 di Gili Tramena,” ujar Anggraeni.

logo siapsiaga white

Kami akan senang mendengar dari Anda.
Jangan ragu untuk menghubungi menggunakan detail di bawah ini.

Alamat:
SIAP SIAGA
Treasury Tower 59th Floor, District 8 SCBD Lot 28, Jl. Jend. Sudirman Kav 52 – 53
Jakarta Selatan, 12190, Indonesia
Telepon: +6221 7206616
Email: siap.siaga@thepalladiumgroup.com