Dengan adanya penguatan ketangguhan desa adat, ke depan warga desa adat akan menjadi lebih siap. Terlebih ketika aspek-aspek penanggulangan bencana juga dimasukkan sebagai bagian dari awig-awig maupun pararem, desa adat akan memiliki panduan yang lebih jelas. Warga desa adat pun akan lebih mematuhi aturan tersebut.

Desa Adat di Bali memiliki peran kultural yang sangat penting bagi warganya, sehingga krama atau warga desa adat akan lebih bisa menerima serta mematuhi aturan adat. Kekuatan desa adat itu merupakan modal besar bagi upaya mendorong ketangguhan bencana di Bali.
Kepala Pelaksana BPBD Kabupaten Karangasem Ida Bagus Ketut Arimbawa menuturkan, desa adat di Bali memiliki kekuatan yang lebih bisa mengikat warga melalui berbagai aturan adat. Hal itu sudah berlangsung secara turun temurun. Saat terjadi pandemi Covid 19 yang mengharuskan adanya pembatasan sosial, misalnya, Jagabaya atau petugas keamanan desa adat memiliki peran lebih dalam menjaga implementasi pembatasan sosial. “Secara psikologis, warga akan lebih mengikuti aturan adat,” ujarnya.
Kekuatan desa adat itu merupakan modal besar bagi upaya membangun ketangguhan di Pulau Bali. Dengan dukungan yang tepat, desa adat bisa memainkan peran penting dalam setiap aktivitas penanggulangan bencana. Oleh karena itu, salah satu upaya mewujukan ketangguhan di Kabupaten Karangasem dilakukan dengan mendorong desa adat menjadi tangguh.
Di Bali, ada dua jenis desa yang berkaitan langsung dengan kehidupan warga, yakni desa adat dan desa dinas. Desa dinas dibentuk dalam kerangka administratif tata pemerintahan mengikuti aturan nasional. Adapun desa adat merupakan lembaga adat yang fokus pada urusan agama dan budaya. Pasal 6 Undang-Undang Nomor 6 tahun 2014 Tentang Desa menyebutkan bahwa desa terdiri atas Desa dan Desa Adat, sehingga dalam satu wilayah hanya boleh ada satu desa atau desa adat untuk menghindari tumpang tindih kewenangan maupun kelembagaan. Namun, Bali memilih mempertahankan keduanya dengan menyepakati kewenangan dari masing-masing desa.
Berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 4 Tahun 2019 Tentang Desa Adat di Bali, desa adat adalah kesatuan masyarakat hukum adat di Bali yang memiliki wilayah, kedudukan, susunan asli, hak-hak tradisional, harta kekayaan sendiri, tradisi, tata krama pergaulan hidup masyarakat secara turun temurun dalam ikatan tempat suci (kahyangan tiga atau kahyangan desa), tugas dan kewenangan serta hak mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri.
Dengan mempertahankan dua jenis desa tersebut, desa dinas dan desa adat di Bali bukanlah entitas yang terpisah. Keduanya saling berkaitan. Satu desa dinas bisa mencakup satu atau lebih desa adat. Sebaliknya, wilayah desa adat bisa saja melintasi dua desa dinas. Sampai saat ini, terdapat 1.493 Desa Adat dan 719 desa dinas di Bali. Adapun Kabupaten Karangasem memiliki 190 desa adat.
Terkait dengan bencana, selama ini, mengikuti alur tata pemerintahan nasional, program penanggulangan bencana lebih difokuskan ke desa dinas. Salah satunya melalui program desa tangguh bencana atau Destana. Namun, program semacam itu tidak bisa menyentuh desa adat yang memiliki tata caranya sendiri.
Desa Adat Dukuh di Kabupaten Karangasem, misalnya. Wilayah desa adat yang masuk Kawasan Rawan Bencana (KRB) III Gunung Agung ini berada di wilayah desa dinas Sangkan Gunung, Kecamatan Sidemen. Ketika Sangkan Gunung sudah menjadi Destana, Desa Adat Dukuh belum memiliki berbagai perangkat pendukung yang bisa menyelamatkan warga saat terjadi bencana. Padahal, Desa Adat Dukuh adalah entitas yang berhubungan langsung dengan warga.
Bandesa atau Kepala Desa Adat Dukuh I Nyoman Menget Mardiasa mencontohkan suasana saat erupsi Gunung Agung pada 2017. Ketika ada perintah mengungsi dari pemerintah, situasi di lapangan menjadi kacau sehingga kerentanan warga justru semakin tinggi. Selain kebingungan dan panik, jalur evakuasi yang ada digunakan secara bersamaan oleh warga daru desa-desa sekitar. Mereka pun akhirnya berdesak-desakan di jalan. “Jadi malah makin bahaya karena berdesak-desakan dan tidak ada koordinasi,” katanya.
Belum lagi bicara tentang dampaknya terhadap ekonomi warga saat harus mengungsi. Dari kejadian erupsi pada 2017 dan 2018, warga yang memiliki sapi terpaksa menjual murah ternaknya, Harga bisa turun hingga 50 persen karena warga tidak mungkin meninggalkan ternaknya begitu saja, ataupun membawa ternaknya mengungsi.
Menurut Mardiasa, dalam menghadapi bencana warga Desa Adat Dukuh terbiasa mengandalkan nilai dan kebiasaan secara turun temurun. Mulai dari peringatan bahaya dengan alat tradisional, saling bantu antarwarga yang dilakukan secara spontan, hingga mengadakan sejumlah ritual sesuai petunjuk niskala (sesuatu yang tidak bisa ditangkap indra). Semua itu masih perlu terus dilakukan. Namun, kekacauan evakuasi saat peristiwa erupsi Gunung Agung menunjukkan bahwa warga Desa Adat Dukuh perlu belajar tentang cara mengatasi risiko bencana.
Desa Adat Tangguh
Kebutuhan untuk belajar cara mengatasi risiko bencana itu akhirnya terjawab ketika Desa Adat Dukuh ditunjuk sebagai salah satu lokasi uji coba implementasi Petunjuk Pelaksanaan Ketangguhan Desa Adat dalam Kebencanaan. Uji coba ini merupakan kerja bersama Majelis Desa Adat (MDA) Bali, Forum Pengurangan Risiko Bencana (FPRB) Provinsi Bali, dan BPBD Provinsi Bali yang didukung oleh Program SIAP SIAGA. Adapun Petunjuk Pelaksanaan Petunjuk Pelaksanaan Ketangguhan Desa Adat dalam Kebencanaan itu disusun setelah adanya identifikasi masalah dan risiko bencana yang melibatkan warga desa adat melalui kegiatan Problem Driven Iterative Adaptation (PDIA) dan Participating Disaster Risk Appraisal (PDRA) di Kabupaten Karangasem, Kabupaten Badung dan Kota Denpasar pada 2020. Mardiasa menuturkan, penunjukan Desa Adat Dukuh sebagai lokasi uji coba disambut baik warga. “Kami tertarik ingin mengetahui bagaimana mengatasi risiko bencana karena kami tidak punya panduan,” ujarnya.

Dalam uji coba tersebut, upaya mendorong ketangguhan Desa Adat Dukuh dilakukan dalam koridor adat. Desa Adat Dukuh tidak perlu mengubah awig-awig (hukum adat), sebab pengaturan kesiapsiagaan bencana dapat dituangkan dalam bentuk pararem yang merupakan semacam petunjuk teknis dari awig-awig. Pararem diputuskan melalui paruman atau musyawarah warga desa adat.
Melalui proses tersebut, Desa Adat Dukuh telah mendapatkan banyak hal mulai dari sosialisasi dan beragam pelatihan mulai dari penyusunan KRB, rencana kontingensi, dan dokumen kebencanaan lainnya. Mereka juga sudah memiliki Kelompok Kerja (Pokja) Penanggulangan Bencana. Pembagian peran pun kini sudah dilakukan dalam pokja, agar semangat saling bantu dapat lebih terkoordinasi dan tidak mengandalkan spontanitas. Misalnya, saat bencana tiba, sudah ada yang bertanggung jawab atas logistik, evakuasi warga maupun ternak, hingga pembagian tugas di lokasi evakuasi mulai dari dapur umum, layanan administrasi, layakan kredit melalui lembaga perkreditan desa, hingga pelaksanaan upacara adat.
Hampir tujuh tahun setelah mengalami dahsyatnya erupsi Gunung Agung, pada November 2023, warga Desa Adat Dukuh mengikuti simulasi bencana erupsi gunung berapi. “Bisa dibilang kami kini lebih siap bila terjadi bencana. Bahkan kami yakin, meskipun kelak misalnya tidak ada dukungan sumber daya dari pihak luar, kegiatan terkait kesiapsiagaan akan tetap kami lakukan, misalnya melakukan sosialisasi secara kontinyu. Sebab pada dasarnya penyiapan menghadapi bencana dilakukan oleh masyarakat dan prajuru (perangkat desa) dengan dasar sukarela,” ujarnya.
Penyelarasan aturan
Kepala Pelaksana BPBD Kabupaten Karangasem Ida Bagus Ketut Arimbawa menjelaskan, desa adat umumnya sudah memiliki aturan terkait bencana dan warga desa adat patuh pada aturan itu. Namun, pelaksanaan dari aturan semacam itu belum terstruktur dan lebih mengandalkan kebiasaan. Akibatnya ketika situasi darurat muncul, warga menjadi tidak pernah benar-benar siap.
Dengan adanya penguatan ketangguhan desa adat, ke depan warga desa adat akan menjadi lebih siap. Terlebih ketika aspek-aspek penanggulangan bencana juga dimasukkan sebagai bagian dari awig-awig maupun pararem, desa adat akan memiliki panduan yang lebih jelas. Warga desa adat pun akan lebih mematuhi aturan tersebut.
Menurut Arimbawa, penyelarasan antara aspek-aspek penanggulangan bencana dengan aturan adat merupakan salah satu poin penting dalam mendorong ketangguhan desa adat. Termasuk di dalamnya adalah penyelarasan istilah kebencanaan dengan istilah di masing-masing desa adat. Untuk tim evakuasi saat terjadi bencana, misalnya, ada yang menggunakan istilah Baga Pawongan. Ada pula istilah Baga Palemahan untuk menyebut nama tim yang bertanggungjawab pada pengamanan infrastruktur dan lingkungan. Adanya ruang penyelarasan ini membuat desa adat menjadi antusias, sehingga ide-ide baru terkait strategi penanggulangan bencana di desa adat pun bermunculan.

“Saat erupsi Gunung Agung 2017, bersama warga kami langsung mendirikan tenda untuk pengungsi di titik-titik pengungsian. Begitu hujan deras turun, banyak barang warga yang hanyut karena tenda-tenda tersebut tanpa alas. Nah, dalam diskusi-diskusi selama proses uji coba, muncul ide untuk menggunakan wantilan (semacam balai pertemuan) sebagai tempat pengungsian. Selain struktur bangunan yang relatif aman, tersedia juga fasilitas umum seperti kamar mandi dan dapur,” terang Arimbawa.
Aspek lain yang tak kalah penting dalam upaya mendorong ketangguhan desa adat adalah anggaran. Sesuai Perda Desa Adat, Pemerintah Provinsi Bali wajib mengalokasikan anggara untuk desa adat. Pada tahun 2024, nilainya mencapai Rp 300 juta per desa adat. Dengan adanya dana tersebut, ada ruang bagi desa adat untuk mengalokasikan dana bagi aktivitas penanggulangan bencana. “Harapannya itu bisa dimanfaatkan sekian persen untuk urusan bencana,” tambah Arimbawa.
Kolaborasi desa adat dan desa dinas
Terkait dengan anggaran, Ketua Bidang Pengembangan Sumber Daya Manusia FPRB Provinsi Bali Dewi Reny Anggraeni menekankan perlunya rujukan tertulis agar desa adat bisa menggunakan anggaran dari Pemprov Bali untuk penanggulangan bencana. Oleh karena itu, pararem soal bencana perlu ada agar persoalan kebencanaan diatur secara resmi dalam lembaga desa adat. Disahkannya pararem tidak hanya membuat desa adat memiliki rujukan pelaksanaan penanggulangan bencana, tetapi juga rujukan untuk penganggaran. “Sehingga pararem kebencanaan pun mencakup seluruh tahapan penanggulangan bencana sampai proses rehabilitasi,” katanya.
Pertimbangan itulah yang membuat penyusunan pararem menjadi target akhir dalam uji coba Petunjuk Pelaksanaan Ketangguhan Desa Adat dalam Kebencanaan, setelah dilakukan rangkaian pelatihan, penyusunan dokumen kebencanaan, dan simulasi bencana. Selain di Desa Adat Dukuh, uji coba itu dilakukan di Desa Adat Komala dan Desa Adat Temukus yang semuanya berlokasi di Kabupaten Karangasem dan masuk KRB III Gunung Agung.
Bila menilik ke belakang, tambah Dewi, ide pelibatan desa adat dalam penanggulangan bencana di Bali berawal dari evaluasi tentang minimnya antusiasme warga saat diundang desa/kelurahan untuk membahas penanggulangan bencana. Ini berbanding terbaik dengan kegiatan-kegiatan yang melibatkan desa adat. “Tidak masalah bungkusnya desa dinas atau desa adat, yang penting adalah tercapainya masyarakat tangguh bencana. Memang kalau bisa dintegrasikan akan sangat baik, tidak lantas desa adat dan desa dinas melakukan sendiri-sendiri,” ujarnya.
Menurut Dewi, kolaborasi antara desa adat dengan desa dinas itu sangat mungkin dilakukan. Ia mencontohkan apa yang terjadi di Desa Adat Temukus yang wilayahnya berada di Desa Besakih. Saat pengurus Desa Adat Temukus diundang untuk mengikuti musyawarah perencanaan pembangunan desa (musrenbangdes), Bandesa Temukus mengomunikasikan hasil proses uji coba, khususnya terkait kebutuhan anggaran kebencanaan yang tidak bisa dipenuhi hanya dari dana alokasi desa adat. Hasilnya, ada kesepakatan untuk penganggaran pemasangan rambu kebencanaan di Desa Adat Temukus dalam Anggaran Pendapatan dan Belanda Desa (APBDes) Besakih 2025.

Kepala Pelaksana BPBD Provinsi Bali I Made Rentin mengatakan, desa adat memang telah memiliki upaya mitigasi bencana secara turun temurun, yang bisa dilihat mulai dari arsitektur rumah adat yang fondasinya tahan gempa, hingga keberadaan jagabaya, yang lebih dikenal sebagai pecalang, sebagai garda terdepan ketangguhan desa adat. Modal itu membuat upaya uji coba di desa adat berjalan lancar.
“Capaian proses uji coba yang difasilitasi FPRB di lapangan ini membuat banyak pihak terkesan. BNPB (Badan Nasional Penanggulangan Bencana) meminta agar inisiatif dan strategi terkait desa adat bencana di Bali ini bisa diterapkan secara nasional, mengingat beberapa daerah lain juga memiliki kekhasan berupa desa adat,” katanya.
Perluasan
Kuatnya modal kultural di desa adat terbukti bisa menjadi faktor penting dalam mendorong ketangguhan desa adat dalam menghadapi risiko bencana. Dukungan dari luar desa adat berupa kemauan para pihak untuk berkolaborasi demi ketanguhan desa adat menjadi faktor pendorong. Berbagai kegiatan dalam kolaborasi tersebut bisa mengidentifikasi masalah sekaligus merumuskan rekomendasi solusi yang didasarkan pada nilai-nilai yang berlaku di desa adat, mulai dari penyelarasan aturan penanggulangan bencana dengan aturan desa adat hingga identifikasi pos anggaran untuk mendukung aktivitas penanggulangan bencana desa adat. Ke depan, upaya mendorong ketangguhan desa adat di Bali akan terus diperluas ke desa-desa adat lainnya. Bersamaan dengan proses itu, pembelajaran dari hasil uji coba di Desa Adat Dukuh, Desa Adat Komala dan Desa Adat Temukus bisa diujicobakan di daerah lain yang memiliki karateristik serupa dengan desa adat di Bali. Dengan begitu, desa-desa adat di berbagai wilayah dengan kearifannya masing-masing semakin kuat dalam menghadapi risiko bencana dan menjadi penopang ketangguhan wilayah.

Program SIAP SIAGA adalah Kemitraan Australia-Indonesia yang bertujuan untuk menguatkan ketangguhan bencana di Indonesia dan Kawasan Indo-Pasifik
HUBUNGI KAMI
Kami akan senang mendengar dari Anda.
Jangan ragu untuk menghubungi menggunakan detail di bawah ini.
Alamat:
SIAP SIAGA
Treasury Tower 59th Floor, District 8 SCBD Lot 28, Jl. Jend. Sudirman Kav 52 – 53
Jakarta Selatan, 12190, Indonesia
Telepon: +6221 7206616
Email: siap.siaga@thepalladiumgroup.com