Siap Siaga

Bangun Ketangguhan Butuh Kerja Sama Multipihak

Kesiapsiagaan bukanlah merupakan pelajaran sekali seumur hidup, melainkan sesuatu yang harus terus dipelajari dan dilatih karena bencana bisa datang setiap saat. Untuk itu, semua pihak perlu bekerja sama dalam meningkatkan kesiapsiagaan masyarakat guna membangun ketangguhan masyarakat terhadap bencana.

Hal itu disampaikan Kepala Badan Penanggulangan Bencana Nasional (BNPB) Letnan Jenderal TNI Suhariyanto S.Sos, MM saat memberikan sambutan dalam puncak acara Hari Kesiapsiagaan Bencana (HKB) nasional 2023 yang di digelar pada Selasa (16/5) di Pendopo Kecamatan Karangbinangun, Kabupaten Lamongan, Jawa Timur. Acara ini dihadiri sejumlah pejabat, antara lain Menteri Koordinator Pembangunan Sumber Daya Manusia Muhadjir Effendy, anggota Komisi VIII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI Ina Ammania, Sekretaris Daerah Jawa Timur Adi Karyono, Kepala Perwakilan Konsulat Jenderal Australia di Surabaya Fiona Hoggart, perwakilan lembaga non pemerintah lokal dan internasional, serta Bupati Lamongan Yuhronur Efendi yang bertindak sebagai tuan rumah.

Menurut Suhariyanto, kesiapsiagaan masyarakat itulah yang menjadi inti dari peringatan HKB setiap tahun. Tujuan peringatan HKB adalah guna membudayakan latihan menghadapi bencana secara terpadu, terencana dan berkesinambungan guna meningkatkan kesadaran, kewaspadaan dan kesiapsiagaan masyarakat. Itu sebabnya, simulasi bencana selalu menjadi bagian dari peringatan HKB. “Edukasi, sosialisasi, pelatihan dan simulasi kesiapsiagaan sangat diperlukan, sehingga harus bisa memastikan kegiatan ini dilakukan setiap tahun, agar terus berlatih sehingga siap menghadapi bencana,” katanya.
Meski puncak acara HKB tahun ini diadakan pada 16 Mei, HKB sebenarnya diperingati setiap 26 April. Suhariyanto menjelaskan, acara peringatan HKB dimulai pada 26 April 2007 bertepatan dengan 10 tahun pengesahan Undang-Undang No 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana. Subtema peringatan HKB 2023 adalah “Tingkatkan Ketangguhan Desa, Kurangi Risiko Bencana” yang mengiringi slogan tetap HKB yaitu “Siap untuk Selamat”. Adapun fokus HKB tahun ini adalah daerah aliran sungai (DAS). Oleh karena itu, pada HKB kali ini simulasi bencana dilakukan di daerah rawan banjir di DAS Bengawan Solo, tepatnya di tujuh yang dilewati Bengawan Solo yaitu Sragen dan Blora di Jawa Tengah serta Bojonegoro, Ngawi, Tuban, Gresik, dan Lamongan di Jawa Timur. Simulasi yang melibatkan sekitar 2.950 warga itu dilakukan secara serentak sebagai bagian dari puncak acara HKB.

Melalui upaya semacam itu, lanjut Suhariyanto, kesiapsiagaan masyarakat khususnya yang tinggal di sekitar DAS Bengawan Solo diharapkan bisa meningkat sehingga mengurangi risiko bencana di masa depan. Hal semacam itu sudah terbukti saat erupsi Gunung Semeru di pengujung 2022. Berkat kesiapsiagaan masyarakat yang meningkat, adanya korban jiwa bisa dihindari. Ini jelas berbeda dengan dampak erupsi Semeru pada 2021 yang menimbulkan korban meninggal dunia sebanyak 57 orang.

Kerjasama multipihak

Menteri Koordinator Pembangunan Sumber Daya Manusia Muhadjir Effendy mengatakan, bencana tidak bisa lagi dimaknai sebagai peristiwa tunggal yang hanya berdampak lokal. Dampak dari pemanasan global yang dirasakan di seluruh belahan dunia menjadi salah satu buktinya. Oleh karena itu, kerja sama multipihak antara Pemerintah Indonesia, pemerintah negara lain, lembaga non pemerintah (Non-Government Organization (NGO)) lokal dan internasional, akademisi, swasta, serta masyarakat mutlak diperlukan guna membangun ketangguhan dalam menghadapi bencana.

Menurut dia, hampir 70 persen bencana disebabkan oleh faktor manusia. Kerapkali, bencana itu dipicu oleh proyek pembangunan yang ternyata menimbulkan kerusakan sehingga dampaknya harus dibayar dalam jangka panjang. Untuk itu, ia mengingatkan para pejabat dan pemimpin daerah agar berhati-hati dalam mengambil keputusan terkait pembangunan. “Selain harus berbasis kajian yang matang juga mesti menggunakan hati nurani,” katanya.

Daripada menanggung risiko bencana yang lebih besar, lanjut dia, pengambil kebijakan mesti lebih bekerja keras untuk membangun kesiapsiagaan. Kerja keras tersebut bisa diwujudkan antara lain dengan memperhitungkan risiko alam secara sungguh-sungguh dalam setiap perencanaan pembangunan, maupun memasukkan topik terkait kesiapsiagaan bencana dalam kurikulum sekolah. Dalam kurikulum harus ada materi yang benar-benar praktis sesuai jenis bencana yang ada di daerah itu. Untuk sekolah yang berada di sekitar DAS, misalnya, kurikulum sekolah harus lebih banyak berisi sosialisasi dan edukasi terkait banjir.

Anggota Komisi VIII DPR RI Ina Amania mengapresiasi penyelenggaraan peringatan HKB oleh BNPB. Menurut dia, peringatan HKB merupakan bentuk kesiapan BNPB dalam menghadapi berbagai ancaman dan potensi bencana di Indonesia. Melihat situasi Indonesia yang rentan dengan beragam jenis bencana dengan potensi ancaman yang makin meningkat, baik alam maupun non alam, pihaknya mendorong BNPB untuk meningkatkan sinergi dengan berbagai pihak baik di lembaga pemerintahan pusat maupun daerah serta berbagai pihak terkait untuk memitigasi maupun mengatasi dampak bencana. “Komisi VIII mendukung pengimplementasian anggaran untuk mengatasi bencana,” ujarnya.

Dukungan Pemerintah Australia untuk kesiapsiagaan bencana

Kepala Perwakilan Konsulat Jenderal Australia di Surabaya Fiona Haggart mengatakan, melalui Program SIAP SIAGA, Pemerintah Australia berkomitmen mendukung pengurangan risiko bencana berbasis komunitas sekaligus membantu Indonesia membangun ketangguhan menghadapi bencana. “Kemitraan dalam manajemen risiko bencana sangat penting karena sebagai bagian dari Asia Pasifik, Indonesia dan Australia menghadapi tantangan yang sama. Termasuk sama-sama rentan dalam hal bencana,” ucapnya.
Menurut Fiona, berdasarkan pengamatan dan pengalamannya selama tinggal di Indonesia, banyak warga Indonesia yang tinggal di kawasan rawan bencana. Di antara mereka, ada orang-orang maupun komunitas yang telah berhasil membangun ketangguhan masyarakat dalam menghadapi risiko bencana. Maka dari itu, sangat penting untuk mendorong pertukaran pengetahuan dan pengalaman tentang kesiapsiagaan menghadapi bencana di antara sesama masyarakat, khususnya komunitas sungai. Dengan pertimbangan itu pula, Program Siap Siaga mendukung penyusunan buku yang berisi kisah komunitas sungai di Indonesia.

“Sehingga selain sarasehan, Program SIAP SIAGA juga akan meluncurkan buku yang merekam informasi dan inspirasi tentang ketangguhan masyarakat di DAS di Indonesia,” ujarnya.
Selaras dengan penyusunan buku tentang ketangguhan komunitas sungai, rangkaian puncak peringatan HKB tahun ini juga diisi dengan Sarasehan Ketangguhan Komunitas Daerah Aliran Sungai. Sarasehan bertajuk “Ketangguhan Komunitas Daerah Alirasn Sungai (DAS)” itu diadakan tepat sebelum acara seremonial HKB di lokasi yang sama. Sarasehan tersebut menghadirkan para relawan dan pegiat di beberapa DAS di Indonesia sebagai pembicara, antara lain Kaharuddin Muji dari DAS Jeneberang di Sulawesi Selatan; Usman Firdaus dari DAS Ciliwung di Jakarta; I Gusti Rai Ari Temaja dari DAS Tukad Bindu di Bali; Robah dari DAS Bengawan Solo di Gresik, Jawa Timur; Jana Marlina dari DAS Ogan di Sumatera Selatan; Vivi Norvika Hariyantini dari DAS Kapuas di Kalimantan Barat; serta Arif Rahmadi Haryono dari Dompet Dhuafa.

Dalam sarasehan yang terselenggara berkat dukungan dari Program SIAP SIAGA tersebut, para pembicara membagikan kisah terkait upaya komunitas masing-masing dalam menjaga sungai dan meningkatkan kesiapsiagaan komunitas melalui berbagai kegiatan dan pelatihan. Sarasehan tersebut menghadirkan para penanggap, yakni Guru Besar Universitas Pertahanan Syamsul Maarif, ahli sumber daya air Universitas Gadjah Mada Agus Maryono, Deputi Bidang Logistik dan Peralatan BNPB Lilik Kurniawan, serta Gender Specialist SIAP SIAGA Lutri Handayani.